Tulisan
ini saya tulis karena Saya sering mendengar dari orang-orang tua
disekitar Saya yang mengatakan akan keindahan cerita dimasa lalu dimana
dimasa lalu keadaan masyarakat begitu tenang dan toleran dengan keadaan.
Saya sering mendengarkan cerita kalau pada jaman orde baru keamanan di
masyarakat sangat baik berbeda dengan pemerintahan sekarang dimana
dimana-mana sering terjadi konflik horisontal dan konflik vertikal. Hal
tersebut sering diungkapkan oleh para orang yang usianya telah lewat
jaman orde lama, orde baru dan sekarang orde reformasi.
Pada jaman orde lama dan orde baru kondisi keamanan masyarakat mampu
dikendalikan. Setiap ada kegiatan yang mencurigakan maka akan ada intel
ditingkat desa (babinsa) yang segera melaporkan ke pihak keamanan
diatasnya yakni petugas yang ada di kecamatan. Dengan sistem keamanan
tang tersusun rapi terutama dalam hal pelaporan maka informasi sekecil
apapun akan mendapatkan reaksi dari pihak yang berwenang. Pada jaman
orde baru banyak terjadi penangkapan kepada orang-orang tertentu
berdasarkan laporan, walaupun laporan tidak jelas pun akan diapresiasi
untuk melegalkan sebuah tindakan fisik baik kekerasan maupun
penangkapan. Banyak orang pada jaman orde baru yang ditangkap kemudian
dihajar atau bahkan banyak ditemukan mayat di pasar, tepi jalan atau
tempat keramaian lainnya. Pembunuhan merupakan hal yang biasa untuk
melegalkan sebuah aksi pengamanan. Tujuan dari pembuangan mayat-mayat
dari orang-orang yang diduga pengacau keamanan yaitu tidak lain hanya
ingin memberikan tanda kepada masyarakat luas bahwa inilah akibat dari
seseorang yang tidak patuh terhadap suatu hukum negara. Orang dahulu
begitu takut untuk melihat mayat atau menjadi mayat, mereka masih
berpikir akibat jika nanti dirinya terjadi apa-apa.
Operasi intelijen pada jaman dahulu terkenal dengan istilah petrus
(penembak misterius). Biasanya korban dari petrus adalah preman-preman,
yang penguasa pada jaman tersebut menyebutnya dengan istilah sampah
masyarakat. Penculikan merupakan hal yang menjadi lumrah dilakukan dan
kemudian pagi harinya korban penculikan tersebut ditemukan dalam keadaan
menjadi mayat yang tergeletak ditempat-tempat umum yang mudah dijangkau
oleh masyarakat.
Diakui bahwa keamanan pada saat itu terjaga dalam kondisi baik. Jarang
sekali ada pergerakan-pergerakan dalam masyarakat yang mengancam
keamanan. Masyarakat biasa melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari tanpa ada rasa takut akibat adanya ancaman keamanan.
Masyarakat menjadi tenang seolah seperti sebuah negeri dongeng yang
tenang dan tenteram. Tetapi menurut para penganut aliran HAM (Hak Asasi
Manusia) keadaan semacam itu banyak menimbulkan keadaan yang justru
mengarah kepada indikasi pelanggaran HAM. Misalnya penangkapan yang
dilakukan oleh pihak penguasa kepada masyarakat tanpa bukti-bukti yang
kuat dan tanpa proses hukum terlebih dahulu namun tiba-tiba orang yang
ditangkap dan mati.
Sedangkan pada era sekarang yang terkenal dengan era reformasi memiliki
nilai yang berbeda. Kebebasan menjadi slogan andalan bagi pengelola
bangsa ini. Masyarakat diberikan kebebasan oleh penguasa untuk bertindak
sesuai dengan kemampuan dan keinginannya. Ide dan perbuatan
dipergunakan oleh masyarakat untuk ikut berpartisipasi mengisi buku
harian negara ini dengan tinta yang akan menjadikan huruf demi huruf,
kata demi kata dan kalimat demi kalimat apakah itu sesuai dengan judul
halaman muka buku atau malah justru tulisan tersebut keluar konteks dari
judul buku tersebut. Ada masyarakat yang mampu untuk mengapresiasikan
dirinya sendiri, mengolah bakat dan kemampuannya untuk dirinya dan untuk
orang lain. Ada juga masyarakat yang tidak pandai mengelola kebebasan
yang telah diberikan oleh penguasa. Akibatnya masyarakat era reformasi
merupakan masyarakat yang terdiri dari tiga kubu yakni kanan, kiri dan
netral.
Pengklasifikasian tersebut sudah lumrah terutama dalam sebuah negara
yang tidak bisa satu paham. Lihat Negara Korea Utara dimana kita sulit
untuk bisa melihat pertentangan yang terjadi di kalangan internal
pengelola negara tersebut. Apa yang diputuskan oleh pemimpin negara
Korut tersebut jarang ada yang menentang, semua berjalan pada satu jalan
yang telah dibuat oleh pemerintahan setempat. Sehingga presiden disana
merupakan tokoh kunci dalam sebuah pengambil keputusan. Bayangkan jika
keputusan yang harus ditetapkan menyangkut banyak hal. Untuk memutuskan
sesuatu mungkin akan memerlukan waktu yang banyak, padahal Korut
memiliki jutaan penduduk. Akan sangat menyita waktu jika segala sesuatu
hanya diputuskan oleh satu orang saja. Tetapi keuntungannya adalah
negara dalam keadaan yang stabil jauh dari rong-rongan politik. Nampak
oleh mata dari luar seolah tidak terjadi apa-apa, namun orang yang tidak
suka dengan pemerintah juga semakin banyak karena banyak kepentingan
orang lain yang dipaksakan. Ibaratnya seperti api yang membakar tumpukan
alang-alang, maka dari luar akan nampak kehitaman, tenang, tetapi
justru sebenarnya adalah didalam sekam tersebut terjadi bara api yang
luar biasa yang bisa bertahan berhari-hari.
Keadaan untuk saat ini di Indonesia hampir setiap hari terjadi konflik
yang dengan tegas dimunculkan oleh media ke permuakaan. Mulai dari ujung
provinsi paling barat sampai dengan provinsi paling timur Indonesia
dinamika masyarakat Indonesia menghiasi media pemberitaan nusantara.
Ini juga menurut orang tua, sekarang jamannya serba bebas. Anak muda
tidak hormat lagi kepada orang tua, anak buah tidak loyal lagi kepada
pimpinan, murid selalu membangkang kepada gurunya, istri/suami yang
menghianati pasangannya, petani yang mengolok-olok pemerintahan, buruh
yang berani memberontak kepada pengusaha, perampok yang tega menembak
mati korbannya, serta kelompok teroris yang berani memperlihatkan bom
mainannya kepada aparat pemerintah dan keamanan, dan masih banyak lagi
kejadian-kejadian yang lainnya.
Bagi sebagian golongan orang tua, hal ini disebut dengan "jaman edan",
yaitu suatu jaman dimana segalanya serba terbalik dari tata nilai jaman
dahulu misalnya budaya narkoba dan budaya seks bebas serta kegiatan
pornografi dan pornoaksi. Kejahatan menyebar dimana-mana dan dilakukan
secara terang-terangan pada waktu siang bolong. Moral hazard
terjadi dimana-mana, baik oleh aparat pemerintah maupun dari kalangan
rakyat biasa. Penegakan hukum hanya tergantung pada kekuatan kekuasaan,
semakin berkuasa maka akan semakin kebal terhadap hadangan hukum, tetapi
untuk rakyat jelata hukum bergitu menjerat.
Masyarakat sekarang masih belajar mengenai makna dari kata kebebasan.
Karena pada jaman sekarang ini banyak orang yang salah mengartikan
kebebasan. Kebebasan dianggap suatu hal yang tidak memiliki tanggung
jawab. Kebebasan diartikan sebagai suatu hal yang digunakan untuk
memperkuat posisi pribadi maupun golongan. Masih banyak orang yang tidak
memiliki jiwa keberagaman. Banyak orang yang belum sadar kalau pada
saat ini mereka hidup dalam suatu lingkungan dengan tingkat keberagaman
yang tinggi. Sehingga berpikirnya masih komunal tidak universal,
mementingkan diri dan golongan, berdampak jangka pendek untuk memperkuat
posisi tidak bisa memahami keadaan, kaku dan cenderung mendupak orang
lain.
Sumber: http://yumantoko.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar