Rabu, 09 Mei 2012

Marginalisasi Sebagai Bentuk Gerakan Feminisme dan Emansipasi Wanita


Marginalisasi Sebagai Bentuk Gerakan  Feminisme dan Emansipasi Wanita

Miskawi[1]

Abstrak: Tujuan pengkajian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang bentuk sebuah gerakan wanita Indonesia sebagai dampak dari gerakan feminisme Barat. Pengkajian ini menggunakan pendekatan teoritis. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa  gerakan yang terjadi di Indonesai walaupun sebagai dampak dari gerakan feminisme barat tetapi dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari budaya, norma, agama yang mengatur kehidupan masyarakat Indonesia yang menekankan kepada keluhuran budi dan keseimbangan kehidupan dalam berbagai hal. Bagi  bangsa Indonesia  pria dan wanita  memang harus diakui sebagai  dua jenis manusia yang berbeda secara kodrati tetapi keduanya saling melengkapi.

Kata kunci: Marginalisasi,  feminisme, emansipasi, wanita


Kajian wanita selalu menjadi perdebatan yang cukup panjang, hal ini tentunya didasari  karena wanita ditempatkan sebagai “ The  Second sex” (T.O.  Ihrowi, 1995). Bahkan wanita menjadi mitos dan kepercayaan  bahwa wanita berada diposisi rendah dari pada laki-laki, bahkan wanita  dipandang dari segi seks bukan dari segi kemampuan, kesempatan dan aspek-aspek manusiawi secara universal yaitu sebgai manusia yang berakal, bernalar dan berperasaan. Ada juga kelompok-kelompok tertentu  yang menganggap wanita  sebagai mahluk yang kotor, hina dan jahat (Abdullah AD, 1996). Sehingga keberadaan wanita sudah menjadi kodrat atau ketentuhan tuhan  yang tidak bisa berubah dan pada akhirnya diterimah oleh masyarakat umum. Hal ini tidak jauh berbeda cara berfikir masyarakat yunani zaman kuno bahwa Sesuatu yang terjadi karena takdir (hukum fatum).
Lebih parahnya lagi dalam kajian-kajian wanita  tidak jarang pada akhirnya menjerumus pada perdapatan sengit yang saling menjelekkan dan mengunggulkan kelompoknya yang kadangkala digunakan berbagai teori dan bahkan ayat-ayat ajaran agama secara sepihak, sehingga menghasilkan sebuah sudut pandang yang berbeda tanpa melalui proses berfikir kritis analisis.
Berbagai factor diatas menyebabkan  ketidakseimbangan dan ketidakadilan bagi wanita. Bentuk manifestasi dari ketidakseimbangan dan ketidakadilan wanita merupakan proses marginalisasi terhadap wanita itu sendiri. Akan tetapi, berbagai pandangan diatas mempengaruhi perkembangan emosi, visi dan ideology kaum wanita untuk memperjuangkan nasibnya agar memperoleh kesejajaran dengan pria dan juga dapat menghilangkan steriotip yang sudah diterimah oleh masyarakat sebagai sebuah kodrat yang tidak bisa dirubah.
Upaya untuk merubah hal tersebut tercermin dalam gerakan-gerakan feminisme, emansipasi dan hak asasi manusia. Hal ini terbukti dengan adanya gerakan wanita yang terdapat di dunia barat. Kemudian gerakan ini  lebih popular disebut feminisme. Pada akhirnya gerakan ini  mempengaruhi seluruh wanita didunia,termasuk wanita Indonesia yang saat ini termarginalkan.
Atas dasar inilah, kajian ini akan mengungkap secara sepintas mengenai perjuangan kebebasan  dan emansipasi wanita sebagai bentuk dari marginalisasi wanita. Tujuannya agar dapat memperoleh gambaran bentuk sebuah gerakan wanita Indonesia sebagai dampak dari gerakan feminisme barat.

Marginalisasi Wanita
 Sebelum membahas perjuangan kebebasan  dan emansipasi wanita, maka terlebih dahulu akan dikaji tentang marginalisasi wanita, karena marginalisasi ini yang pada akhirnya melahirkan ketidakadilan wanita sehingga bentuk implemantasinya menimbulkan sebuah gerakan.
Sebenarnya sudah banyak tulisan mengenai marginalisasi akan tetapi didalamya masih banyak kerancuan, misalnya marginalisasi diartikan sebagai proses pengucilan. Ketika melihat gambaran ini, sangat deskriptif sekali, sehingga perlu penekanan kembali ketika melihat marginalisasi diperlukan sebuah kritis analisis agar bisa di mengerti dan dipahami apa sebenarnya marginalisasi. Maka seharusnya yang perlu diperjelas dan dipertanyakan kembali mengapa marginalisasi wanita itu bisa terjadi. untuk memperjelas mengapa marginalisasi itu bisa terjadi, maka perlu diberikan gambaran walau tidak secara komprehensif akan tetapi dengan ini bisa dimengerti bentuk dari pembelaannya.
Pada prinsipnya marginalisasi terhadap wanita dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin yaitu antara laki-laki dan wanita yang merupakan hasil pengkotakan  yang dilakukan oleh anggota masyarakat serta dukungan oleh nilai-nilai tertentu terutama dalam diskriminasi upah, perbedaan kesempatan kerja, dan akses pendidikan.  
Apabila ditinjau dari kegiatan kerja wanita (reproduktif/domestic/bukan upahan) yang selama ini tidak pernah diakui. Contoh: manakalah kita mendatangi  seorang ibu  yang sedang mengendong anaknya  sambil menyapu rumah atau mencuci baju dan menanyakan padanya apakah ia bekerja atau tidak, maka jawabanya ia tidak bekerja. Demikian pula ketika melihat seorang ibu  sedang duduk dilantai  rumahnya  sambil menganyam tikar  untuk dijual  dan mencoba menanyakan pada  tetangganya  maka jawabannya  sedang mengisi kekosongan atau kerja sambilan. Apabila dianalisis, kerja upahan wanita dianggap sebagai sampingan dan pada gilirannya akan mengakibatkan pada pengecilan kerjanya.
Marginalisasi juga dipengaruhi oleh pandangan masyarakat, Dalam masyarakat Jawa misalnya, steriotip  negatif pada wanita dapat dilihat pada ungkapan ”swarga nunut     neraka katut dan kanca wingking”, karena nasib wanita sangat tergantung pada suami, maka kedudukan wanita dipandang lebih rendah. Peranannya dibatasi pada tugas-tugas domestik yaitu sekitar sumur, dapur, dan kasur. Perenanan yang demikian dianggap sebagai peranan yang ideal bagi seorang wanita. Pandangan demikian masih berakar kuat pada sebagian masyarakat jawa. Hal ini menyebabkan penolakan terhadap steriotip negatif tersebut terus berlangsung seiring dengan meningkatkanya emansipatoris (Shuhardati dan Sofyan, 2001:137-139).
Sudut pandang agama juga mempengaruhi marginalisasi wanita, misalnya: 1) agama yahudi, pandangan agama yahudi sangat merendahkan wanita terutama wanita dipandang sebagai mahluk terkutuk  karena telah menggoda  Adam untuk makan buah kuldi yangmengakibatkan mereka keluar dari surga, selama masih ada saudara laki-laki wanita tidak boleh mendapatkan  warisan oleh orangtuanya dan seorang istri yang ditinggal suaminya otomatis  berpindah tangan  kepada saudara laki-laki suaminya.2) agama Nasrani,  tidak jauh berbeda dengan agama Yahudi bahwa tugas wanita lebih ditekankan kepada melayani laki-laki. 3) agama Hindu, tabiat wanita selalu menggoda laki-laki, seorang wanita diijinkan berbuat serong kalau suami merantau dari enam bulan, 4) agama Islam,  pandangan ini berbeda denga agama lain,  karena telah menegakkan  kesetaraan setatus antara wanita dan laki-laki, bahkan dalam posisi tertentu lebih unggul wanita.  Hal ini terbukti dengang sebutan “ surga ditelapak kaki ibu” meskipun demikian secara kontekstual Islam mengatakan tentang kelebihan kaum laki-laki dan memberikan setatus yang lebih unggul dalam pengertian normative, sehingga memiliki hak mengatur dan mengendalikan wanita.

Gerakan Femenisme
Dengan melihat kedudukan wanita yang jauh berbeda dengan laki-laki, maka wanita berusaha untuk memperjuangkan kebebasanya. Upaya perjuang kebebasan dalam bangsa Indonesia sering dikenal dengan sebutan emansipasi wanita sedangkan bangsa barat dikenal dengan feminisme. sebenarnya emansipasi wanita yang terjadi di Indonesia dilatarbelakngi adanya gerakan feminisme yang terjadi dibarat terhadap dominasi laki-laki sehingga tujuan dan tuntutannya senantiasa mengalami perkembangana  seiring dengan kemajuan dan tuntutan jaman. Dalam gerakan tersebut pada dasarnya para feminis memeliki kesadaran yang sama, yaitu mengenai ketidakadilan  gender terhadap wanita baik didalam keluarga maupun masyarakat, Namun diantara mereka memiliki perbedaan pendapat mengenai penyebab terjadinya ketidakadilan tersebut  dan bentuk serta target yang hendak dicapai dari perjuanga mereka.
Wujud  dari gerakan femenisme terbagi menjadi tiga golongan  besar yaitu femenisme radikal, femenisme liberal dan femenisme sosialis. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan dibawah ini,  sehingga dapat dijadikan gambaran tentang emansipasi wanita di Indonesia.
1.      Feminisme Radikal
Aliran ini berpendapat bahwa struktur masyarakat dilandaskan pada hubungan herarkis berdasarkan jenis kelamin. Jenis kelamin berpengaruh dalam menentukan posisi social, pengalaman hidup, kondisi fisik dan psikologis serta kepentingan dan nilai-nilainya. Menurut aliran ini, Laki-laki sebagai suatu katagori social  mendominasi kaum wanita sebagaim katagori social yang lain karena kaum laki-laki diuntungkan  dengan adanya subordinasi wanita.
Maksud gambaran diatas, karena dominasi laki-laki tidak hanya  terdapat diarena public, tetapi juga diarena kehidupan yang sangat pribadi. Maka, perjuangan wanita  untuk menghapus subordinasi tidak hanya diluar rumah, tetapi justru dimulai didalam rumah. Jadi, misalnya persoalan “siapa yang melakukan kerja rumah tangga, atau siapa yang menginterupsi siapa dalam pembicaraan sehari-hari” dilihat sebagai bagian dari system dominasi laki-laki.
Jadi, kaum feminisme radikal menyoroti  pembagian kerja secara seksual yang menganut system patriarchal (adanya dominasi laki-laki) dengan demikian aliran ini berupaya untuk menghancurkan patriarchal.
Langkah yang ditempuh untuk memperjuangkan kebebasan wanita  bukan hanya menghapus hak-hak istemewah laki-laki saja. Melainkan menghapus perbedaan seksual itu sendiri  dalam maknanya secara cultural.  Sebagaimana dikatakan, patriarki tidak hanya memaksa wanita menjadi ibu, tetapi juga menentukan pula kondisi keibuannya. Sehingga dalam hal ini, proses melahirkan anak, katergantungan anak terhadap ibunya dan sebaliknya  dan pembagian kerja seksual  harus diganti dengan mencara jalan keluar yang pada intinya tidak terlalu memberatkan wanita. Sehingga dengan kata lain, tirani keluarga biologis harus dipatahkan. Jadi sangat tidak salah jika feminisme radikan dikatakan gerakan yang paling ekstrim.

2.      Femenisme Liberal
Femenisme ini berdasarkan pada liberalisme yaitu suatu paham yang merngutamakan kebebasan individu. Maksud pandangan ini, bahwa setiap laki-laki ataupun wanita mempunyai hak mengembangkan kemampuan  dan rasionalitas secara optimal sebagai pangkal  dan pokok kebaikan  hidup  yang pada prinsipnya tidak ada sebuah diskriminasi terutama pada perbedaan biologis.
Contoh perbedaan biologis yang dimaksud sebenarnya tidak asing dan menjadi populer bagi setiap masyarakat yang dikenal dengan maskulinitas dan femininitas. Maskulinitas  merupakan ciri-ciri yang harus dimiliki  oleh seorang laki-laki terutama selalu agresivitas, keberaniaan, kepemimpinan dan kekuatan fisik, sedangkan femininitas  yaitu ciri-ciri yang harus di miliki oleh seorang wanita misalnya kelemahlembutan, keengganan untuk menampilkan diri dan kehalusan.
Melihat gambaran diatas, maka yang dilakukan sebagai wujud dari sebuah gerakannya  yaitu menghapus  diskriminasi  dan ketimpangan social. Karena inti dari diskriminasi  ini terletak pada prasangka  yang terdapat dari kalangan laki-laki sehingga wanita harus sadar menuntut hak-haknya agar menyadarkan kaum laki-laki tentang kedudukannya dengan cara mensosialisasikannya kembali  dan mampu membongkar  ketersembunyian serta ketidaknampakan wanita yang selama ini ada.
Langkah yang ditempuh untuk memperjuangkan  dengan cara memberikan  kesempatan kepada wanita yang luas terutama dalam bidang pendidikan dan ekonomi agar mampu bersaing dengan laki-laki  sehingga mampu mengubah nilai-nilai tradisional untuk memasuki tingkat kehidupan yang lebih baik.

3. Feminisme Sosialis
            Aliran femenisme sosialis  merupakan sentesis dan femenisme radikal. Anggapan dari aliran ini bahwa  hidup dalam masyarakat kapitalis  bukan merupakan satu-satunya penyebab  keterbelakangan wanita karena dinegara non kapitalis  wanita juga hidup dalam lingkungan system parriarki, sehingga penindasan wanita sebenarnya ada dikelas manapun. Aliran ini mengkritik anggapan yang mengatakan  bahwa ada hubungan  antara partisipasi wanita dalam produksi  dengan status wanita, karena keterlibatan dalam  dalam bidang produksi  kenyataannnya justru menjerumuskan wanita yaitu dijadikan budak. Oleh karena itu, kritik terhadap kapitalisme harus disertai kritik terhadap dominasi laki-laki.
Aliran ini  lebih menfokuskan pada upaya penyadaran kaun wanita akan posisinya yang tertindas, sehingga akan bangkit emosinya dan secara bersama-sama menentang kelompok laki-laki. Lebih lanjut akan dapat meruntuhkan patriarkhi.

Emansipasi Wanita di Indonesia
Gerakan femenisme dan emansipasi wanita di Indonesia  telah dirintis oleh RA Kartini. Bentuk dari perjuangannya dalam mendobrak  kekangan  terhadap kaum laki-laki  dengan menggugah aspirasi  pendidikan kaum wanita itu sendiri. Akan tetapi bentuk   perjuangan RA Kartini  pada waktu itu hanya terbatas  pada perjuangan persamaan hak  dalam bidang pendidikan. 
Perjuangan dalam bidang pendidikan hanya dibatasi  pendidikan untuk menjadi istri dan ibu yang lebih dipersiapkan  untuk melaksanakan tugasnya  sebagi suatu kelompok elit Indonesia. Dengan demikian perjuangan emansipasi RA Kartini  bukanlah emansipasi atau kebebasan  wanita yang kita saksikan saat ini. Meskipun pada awalnya hanya merupakan tuntutan persamaan hak  dalam bidang pendidikan, namun dalam perkembangannya tuntutan persamaan hak tersebut menjalar keberbagai bidang kehidupan.
Perjuangan yang dilakukan oleh RA Kartini tampak membawa hasil  yang cukup menggembirakan. Hal ini terbukti dalam masyarakat Indonesia wanita bukan lagi konco wingking yang hanya bekerja di sector domestic. Kedudukan wanita seolah-olah  tampak hampir tidak ada lagi  perbedaannya dengan laki-laki  dalam segala bidang kehidupan. Jadi keberadaan wanita dan laki-laki telah sejajar dan mampu duduk bersaing.
Keberadaan wanita diluar sector domistik (sector public) sebenarnya  telah menempatkan wanita dalam peran ganda. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kecendrungan wanita Indonesia  yang bekerja diluar sector domistik  karena dorongan ekonomi ( Fauzie Ridjal, 1993). Mereka bekerja karena terdorong  mencari nafkah sebagai akibat persaingan hidup yang semakin ketat.  Mereka baik laki-laki maupun wanita berlomba-lomba menambah ilmu yang bisa mendorong kariernya lebih sukses sehingga lebih memudahkan mereka mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya (Abdullah AD, !996). Akibatnya suami istri lebih banyak berada diluar rumah dibandingkan didalam rumah. sehingga rumah sebagai tempat peristirahatan. Kondisi ini juga berdampak  terhadap kehidupan rumahtangga, baik pada suami, istri dan anak-anaknya. Bahkan juga tidak menutup kemungkinan kalau penyebab wanita karier  yang telah berumah tangga memiliki PIL (Pria Idaman Lain). Dengan demikian  perjuangan persamaan derajat wanita Indonesia agar setara dengan laki-laki pada akhirnya akan memperberat peran wanita.
Dengan melihat motivasi wanita bekerja diluar sector domistik adalah karena factor ekonomi, maka hal inilah sebenarnya memperberat dan merendahkan kedudukan wanita karena seolah-olah  wanita dieksploitasi  oleh laki-laki  untuk bekrja keras membantu  mencari nafka yang sebenarnya  menjadi tanggungjawab laki-laki.  Beberapa kasus menunjukkan  bahwa dalam kehidupan keluarga  yang kurang mampu wanita sering dipaksa  untuk memecahkan maslah  ekonomi keluarga  dengan berbagai cara sehingga kadangkala wanita berani menjual satu-satunya harta yang mereka miliki yaitu kehormatan seksualnya (Lukman Sutrisno, dalam Fauzie Ridjal , 1993).
Diera globalisasi ini gerakan femenisme barat juga berpengaruh di Indonesia. Tuntutan femenisme barat  adalah kebebasan wanita dari ikatan budaya  yang didominasi oleh laki-laki. Hal ini secara bertahap pasti masuk dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Banyak wanita terutama wanita karier  merasa tersiksa dengan  dominasi suami sebagai kepala rumah tangga, karena telah merasa memiliki pendapatan sendiriyang kadangkala jauh lebih besar daripada pendapatan suami. Dengan dasar inilah mereka berusaha mencari kebebasan dari luar rumah ternasuk kebebasan seks.
Dengan melihat kecendrungan tersebut  tidak menutup kemungkinan feminisme radikal akan masuk keIndonesia dimana mereka menuntut kedudukan yang sama antara laki-laki dan wanita. Hal ini tentunya akan berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat, mengingat kehidupan masyarakat Indonesia terikat oleh berbagai norma dan bahkan terikat dalam aturan budaya  dan agama yang menempatkan  wanita sebagai ibu rumah tangga  yang harus mengerjakan pekerjaan rumah  tangga (domistic domain).

Kesimpulan
Gerakan femenisme memang perlu bagi wanita Indonesia, akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari budaya, norma, agama yang mengatur kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat barat yang materialisme akan tetapi masyarakat yang menekankan kepada  keluhuran budi dan keseimbangan kehidupan dalam berbagai hal. Bagi  bangsa Indonesia  pria dan wanita  memang hrus diakuai sebagai  dua jenis manusia yang berbeda  secara kodrati tetapi keduanya saling melengkapi. Oleh karena itu, laki –laki dan wanita haus berpasanga-pasangan demi kebahagiaan dan mewujudkan harmoni.

Daftar Pustaka
Abdullah AD. 1996. Dilemma Wanita Karier. Yogyakarta: Ababil
Baso, Zohra Andi. 2000. Angka Wanita Menuju Tegaknya Hak-Hak  Konsumen. Makasar: YLK.
Ibrahim, Idi Subandi (ed) 1998. Wanita dan Media. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Ihromi, TO. 1995.  Kajian Wanita Dalam Pembangunan. Jakarta: Yayasan Obor.
Ilyas, H. Yunahar. 1998. Feminisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ridjal, fauzie (ed). 1993. Dinamika Gerakan Wanita di Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Susanto, Budi (ed) 1996. Citra Wanita dan Kekuasaan. Yogyakarta: Kanisius.



[1] Miskawi , S,Pd, Dosen Pendidikan Sejarah FKIP Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar