Marginalisasi Sebagai Bentuk Gerakan Feminisme dan Emansipasi Wanita
Miskawi[1]
Abstrak: Tujuan pengkajian ini adalah untuk
memperoleh gambaran tentang bentuk sebuah gerakan wanita Indonesia
sebagai dampak dari gerakan feminisme Barat. Pengkajian ini menggunakan pendekatan
teoritis. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa gerakan yang terjadi di Indonesai walaupun
sebagai dampak dari gerakan feminisme barat tetapi dalam pelaksanaannya tidak
terlepas dari budaya, norma, agama yang mengatur kehidupan masyarakat Indonesia
yang menekankan kepada keluhuran budi dan keseimbangan kehidupan dalam berbagai
hal. Bagi bangsa Indonesia pria dan wanita memang harus diakui sebagai dua jenis manusia yang berbeda secara kodrati
tetapi keduanya saling melengkapi.
Kata kunci: Marginalisasi, feminisme, emansipasi, wanita
Kajian wanita selalu menjadi perdebatan yang cukup panjang, hal ini
tentunya didasari karena wanita
ditempatkan sebagai “ The Second sex”
(T.O. Ihrowi, 1995). Bahkan wanita
menjadi mitos dan kepercayaan bahwa
wanita berada diposisi rendah dari pada laki-laki, bahkan wanita dipandang dari segi seks bukan dari segi
kemampuan, kesempatan dan aspek-aspek manusiawi secara universal yaitu sebgai
manusia yang berakal, bernalar dan berperasaan. Ada juga kelompok-kelompok tertentu yang menganggap wanita sebagai mahluk yang kotor, hina dan jahat
(Abdullah AD, 1996). Sehingga keberadaan wanita sudah menjadi kodrat atau
ketentuhan tuhan yang tidak bisa berubah
dan pada akhirnya diterimah oleh masyarakat umum. Hal ini tidak jauh berbeda
cara berfikir masyarakat yunani zaman kuno bahwa Sesuatu yang terjadi karena
takdir (hukum fatum).
Lebih parahnya lagi dalam kajian-kajian wanita tidak jarang pada akhirnya menjerumus pada
perdapatan sengit yang saling menjelekkan dan mengunggulkan kelompoknya yang
kadangkala digunakan berbagai teori dan bahkan ayat-ayat ajaran agama secara
sepihak, sehingga menghasilkan sebuah sudut pandang yang berbeda tanpa melalui
proses berfikir kritis analisis.
Berbagai factor diatas menyebabkan
ketidakseimbangan dan ketidakadilan bagi wanita. Bentuk manifestasi dari
ketidakseimbangan dan ketidakadilan wanita merupakan proses marginalisasi
terhadap wanita itu sendiri. Akan tetapi, berbagai pandangan diatas
mempengaruhi perkembangan emosi, visi dan ideology kaum wanita untuk
memperjuangkan nasibnya agar memperoleh kesejajaran dengan pria dan juga dapat
menghilangkan steriotip yang sudah diterimah oleh masyarakat sebagai sebuah
kodrat yang tidak bisa dirubah.
Upaya untuk merubah hal tersebut tercermin dalam gerakan-gerakan
feminisme, emansipasi dan hak asasi manusia. Hal ini terbukti dengan adanya gerakan
wanita yang terdapat di dunia barat. Kemudian gerakan ini lebih popular disebut feminisme. Pada akhirnya
gerakan ini mempengaruhi seluruh wanita
didunia,termasuk wanita Indonesia
yang saat ini termarginalkan.
Atas dasar inilah, kajian ini akan mengungkap secara sepintas mengenai
perjuangan kebebasan dan emansipasi
wanita sebagai bentuk dari marginalisasi wanita. Tujuannya agar dapat memperoleh
gambaran bentuk sebuah gerakan wanita Indonesia sebagai dampak dari
gerakan feminisme barat.
Marginalisasi Wanita
Sebelum membahas perjuangan
kebebasan dan emansipasi wanita, maka
terlebih dahulu akan dikaji tentang marginalisasi wanita, karena marginalisasi ini
yang pada akhirnya melahirkan ketidakadilan wanita sehingga bentuk
implemantasinya menimbulkan sebuah gerakan.
Sebenarnya sudah banyak tulisan mengenai marginalisasi akan tetapi
didalamya masih banyak kerancuan, misalnya marginalisasi diartikan sebagai
proses pengucilan. Ketika melihat gambaran ini, sangat deskriptif sekali,
sehingga perlu penekanan kembali ketika melihat marginalisasi diperlukan sebuah
kritis analisis agar bisa di mengerti dan dipahami apa sebenarnya
marginalisasi. Maka seharusnya yang perlu diperjelas dan dipertanyakan kembali mengapa
marginalisasi wanita itu bisa terjadi. untuk memperjelas mengapa marginalisasi
itu bisa terjadi, maka perlu diberikan gambaran walau tidak secara komprehensif
akan tetapi dengan ini bisa dimengerti bentuk dari pembelaannya.
Pada prinsipnya marginalisasi terhadap wanita dipengaruhi oleh
perbedaan jenis kelamin yaitu antara laki-laki dan wanita yang merupakan hasil
pengkotakan yang dilakukan oleh anggota
masyarakat serta dukungan oleh nilai-nilai tertentu terutama dalam diskriminasi
upah, perbedaan kesempatan kerja, dan akses pendidikan.
Apabila ditinjau dari kegiatan kerja wanita
(reproduktif/domestic/bukan upahan) yang selama ini tidak pernah diakui. Contoh:
manakalah kita mendatangi seorang
ibu yang sedang mengendong anaknya sambil menyapu rumah atau mencuci baju dan
menanyakan padanya apakah ia bekerja atau tidak, maka jawabanya ia tidak
bekerja. Demikian pula ketika melihat seorang ibu sedang duduk dilantai rumahnya
sambil menganyam tikar untuk
dijual dan mencoba menanyakan pada tetangganya
maka jawabannya sedang mengisi
kekosongan atau kerja sambilan. Apabila dianalisis, kerja upahan wanita
dianggap sebagai sampingan dan pada gilirannya akan mengakibatkan pada
pengecilan kerjanya.
Marginalisasi juga dipengaruhi oleh pandangan masyarakat, Dalam masyarakat Jawa misalnya, steriotip negatif pada wanita dapat dilihat pada
ungkapan ”swarga nunut neraka
katut dan kanca wingking”, karena
nasib wanita sangat tergantung pada suami, maka kedudukan wanita dipandang
lebih rendah. Peranannya dibatasi pada tugas-tugas domestik yaitu sekitar
sumur, dapur, dan kasur. Perenanan yang demikian dianggap sebagai peranan yang
ideal bagi seorang wanita. Pandangan demikian masih berakar kuat pada sebagian
masyarakat jawa. Hal ini menyebabkan penolakan terhadap steriotip negatif tersebut terus berlangsung seiring dengan
meningkatkanya emansipatoris (Shuhardati dan Sofyan, 2001:137-139).
Sudut pandang agama juga mempengaruhi marginalisasi wanita, misalnya:
1) agama yahudi, pandangan agama yahudi sangat merendahkan wanita terutama
wanita dipandang sebagai mahluk terkutuk
karena telah menggoda Adam untuk
makan buah kuldi yangmengakibatkan mereka keluar dari surga, selama masih ada
saudara laki-laki wanita tidak boleh mendapatkan warisan oleh orangtuanya dan seorang istri
yang ditinggal suaminya otomatis
berpindah tangan kepada saudara laki-laki
suaminya.2) agama Nasrani, tidak jauh
berbeda dengan agama Yahudi bahwa tugas wanita lebih ditekankan kepada melayani
laki-laki. 3) agama Hindu, tabiat wanita selalu menggoda laki-laki, seorang
wanita diijinkan berbuat serong kalau suami merantau dari enam bulan, 4) agama
Islam, pandangan ini berbeda denga agama
lain, karena telah menegakkan kesetaraan setatus antara wanita dan
laki-laki, bahkan dalam posisi tertentu lebih unggul wanita. Hal ini terbukti dengang sebutan “ surga
ditelapak kaki ibu” meskipun demikian secara kontekstual Islam mengatakan
tentang kelebihan kaum laki-laki dan memberikan setatus yang lebih unggul dalam
pengertian normative, sehingga memiliki hak mengatur dan mengendalikan wanita.
Gerakan Femenisme
Dengan melihat kedudukan wanita yang jauh berbeda dengan laki-laki,
maka wanita berusaha untuk memperjuangkan kebebasanya. Upaya perjuang kebebasan
dalam bangsa Indonesia
sering dikenal dengan sebutan emansipasi wanita sedangkan bangsa barat dikenal
dengan feminisme. sebenarnya emansipasi wanita yang terjadi di Indonesia
dilatarbelakngi adanya gerakan feminisme yang terjadi dibarat terhadap dominasi
laki-laki sehingga tujuan dan tuntutannya senantiasa mengalami
perkembangana seiring dengan kemajuan
dan tuntutan jaman. Dalam gerakan tersebut pada dasarnya para feminis memeliki
kesadaran yang sama, yaitu mengenai ketidakadilan gender terhadap wanita baik didalam keluarga
maupun masyarakat, Namun diantara mereka memiliki perbedaan pendapat mengenai
penyebab terjadinya ketidakadilan tersebut
dan bentuk serta target yang hendak dicapai dari perjuanga mereka.
Wujud dari gerakan femenisme
terbagi menjadi tiga golongan besar
yaitu femenisme radikal, femenisme liberal dan femenisme sosialis. Untuk lebih
jelasnya akan dipaparkan dibawah ini, sehingga dapat dijadikan gambaran tentang
emansipasi wanita di Indonesia.
1. Feminisme Radikal
Aliran ini berpendapat bahwa struktur masyarakat dilandaskan pada
hubungan herarkis berdasarkan jenis kelamin. Jenis kelamin berpengaruh dalam
menentukan posisi social, pengalaman hidup, kondisi fisik dan psikologis serta
kepentingan dan nilai-nilainya. Menurut aliran ini, Laki-laki sebagai suatu
katagori social mendominasi kaum wanita
sebagaim katagori social yang lain karena kaum laki-laki diuntungkan dengan adanya subordinasi wanita.
Maksud gambaran diatas, karena dominasi laki-laki tidak hanya terdapat diarena public, tetapi juga diarena
kehidupan yang sangat pribadi. Maka, perjuangan wanita untuk menghapus subordinasi tidak hanya
diluar rumah, tetapi justru dimulai didalam rumah. Jadi, misalnya persoalan “siapa
yang melakukan kerja rumah tangga, atau siapa yang menginterupsi siapa dalam
pembicaraan sehari-hari” dilihat sebagai bagian dari system dominasi laki-laki.
Jadi, kaum feminisme radikal menyoroti pembagian kerja secara seksual yang menganut
system patriarchal (adanya dominasi laki-laki) dengan demikian aliran ini
berupaya untuk menghancurkan patriarchal.
Langkah yang ditempuh untuk memperjuangkan kebebasan wanita bukan hanya menghapus hak-hak istemewah
laki-laki saja. Melainkan menghapus perbedaan seksual itu sendiri dalam maknanya secara cultural. Sebagaimana dikatakan, patriarki tidak hanya
memaksa wanita menjadi ibu, tetapi juga menentukan pula kondisi keibuannya.
Sehingga dalam hal ini, proses melahirkan anak, katergantungan anak terhadap
ibunya dan sebaliknya dan pembagian
kerja seksual harus diganti dengan
mencara jalan keluar yang pada intinya tidak terlalu memberatkan wanita.
Sehingga dengan kata lain, tirani keluarga biologis harus dipatahkan. Jadi
sangat tidak salah jika feminisme radikan dikatakan gerakan yang paling
ekstrim.
2.
Femenisme Liberal
Femenisme ini berdasarkan pada liberalisme yaitu suatu paham yang
merngutamakan kebebasan individu. Maksud pandangan ini, bahwa setiap laki-laki
ataupun wanita mempunyai hak mengembangkan kemampuan dan rasionalitas secara optimal sebagai
pangkal dan pokok kebaikan hidup
yang pada prinsipnya tidak ada sebuah diskriminasi terutama pada
perbedaan biologis.
Contoh perbedaan biologis yang dimaksud sebenarnya tidak asing dan
menjadi populer bagi setiap masyarakat yang dikenal dengan maskulinitas dan femininitas.
Maskulinitas merupakan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh seorang laki-laki terutama selalu
agresivitas, keberaniaan, kepemimpinan dan kekuatan fisik, sedangkan femininitas yaitu ciri-ciri yang harus di miliki oleh
seorang wanita misalnya kelemahlembutan, keengganan untuk menampilkan diri dan
kehalusan.
Melihat gambaran diatas, maka yang dilakukan sebagai wujud dari
sebuah gerakannya yaitu menghapus diskriminasi
dan ketimpangan social. Karena inti dari diskriminasi ini terletak pada prasangka yang terdapat dari kalangan laki-laki
sehingga wanita harus sadar menuntut hak-haknya agar menyadarkan kaum laki-laki
tentang kedudukannya dengan cara mensosialisasikannya kembali dan mampu membongkar ketersembunyian serta ketidaknampakan wanita
yang selama ini ada.
Langkah yang ditempuh untuk memperjuangkan dengan cara memberikan kesempatan kepada wanita yang luas terutama
dalam bidang pendidikan dan ekonomi agar mampu bersaing dengan laki-laki sehingga mampu mengubah nilai-nilai
tradisional untuk memasuki tingkat kehidupan yang lebih baik.
3. Feminisme Sosialis
Aliran femenisme sosialis merupakan sentesis dan femenisme radikal.
Anggapan dari aliran ini bahwa hidup
dalam masyarakat kapitalis bukan
merupakan satu-satunya penyebab
keterbelakangan wanita karena dinegara non kapitalis wanita juga hidup dalam lingkungan system
parriarki, sehingga penindasan wanita sebenarnya ada dikelas manapun. Aliran
ini mengkritik anggapan yang mengatakan
bahwa ada hubungan antara
partisipasi wanita dalam produksi dengan
status wanita, karena keterlibatan dalam
dalam bidang produksi
kenyataannnya justru menjerumuskan wanita yaitu dijadikan budak. Oleh karena
itu, kritik terhadap kapitalisme harus disertai kritik terhadap dominasi
laki-laki.
Aliran ini lebih menfokuskan
pada upaya penyadaran kaun wanita akan posisinya yang tertindas, sehingga akan
bangkit emosinya dan secara bersama-sama menentang kelompok laki-laki. Lebih
lanjut akan dapat meruntuhkan patriarkhi.
Emansipasi
Wanita di Indonesia
Gerakan femenisme dan emansipasi wanita di Indonesia telah dirintis oleh RA Kartini. Bentuk dari
perjuangannya dalam mendobrak
kekangan terhadap kaum laki-laki dengan menggugah aspirasi pendidikan kaum wanita itu sendiri. Akan
tetapi bentuk perjuangan RA Kartini pada waktu itu hanya terbatas pada perjuangan persamaan hak dalam bidang pendidikan.
Perjuangan dalam bidang pendidikan hanya dibatasi pendidikan untuk menjadi istri dan ibu yang
lebih dipersiapkan untuk melaksanakan
tugasnya sebagi suatu kelompok elit Indonesia.
Dengan demikian perjuangan emansipasi RA Kartini bukanlah emansipasi atau kebebasan wanita yang kita saksikan saat ini. Meskipun
pada awalnya hanya merupakan tuntutan persamaan hak dalam bidang pendidikan, namun dalam
perkembangannya tuntutan persamaan hak tersebut menjalar keberbagai bidang
kehidupan.
Perjuangan yang dilakukan oleh RA Kartini tampak membawa hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini terbukti
dalam masyarakat Indonesia
wanita bukan lagi konco wingking yang
hanya bekerja di sector domestic. Kedudukan wanita seolah-olah tampak hampir tidak ada lagi perbedaannya dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan. Jadi keberadaan
wanita dan laki-laki telah sejajar dan mampu duduk bersaing.
Keberadaan wanita diluar sector domistik (sector public)
sebenarnya telah menempatkan wanita
dalam peran ganda. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kecendrungan
wanita Indonesia yang bekerja diluar sector domistik karena dorongan ekonomi ( Fauzie Ridjal,
1993). Mereka bekerja karena terdorong
mencari nafkah sebagai akibat persaingan hidup yang semakin ketat. Mereka baik laki-laki maupun wanita
berlomba-lomba menambah ilmu yang bisa mendorong kariernya lebih sukses
sehingga lebih memudahkan mereka mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya (Abdullah
AD, !996). Akibatnya suami istri lebih banyak berada diluar rumah dibandingkan
didalam rumah. sehingga rumah sebagai tempat peristirahatan. Kondisi ini juga
berdampak terhadap kehidupan
rumahtangga, baik pada suami, istri dan anak-anaknya. Bahkan juga tidak menutup
kemungkinan kalau penyebab wanita karier
yang telah berumah tangga memiliki PIL (Pria Idaman Lain). Dengan
demikian perjuangan persamaan derajat
wanita Indonesia
agar setara dengan laki-laki pada akhirnya akan memperberat peran wanita.
Dengan melihat motivasi wanita bekerja diluar sector domistik adalah
karena factor ekonomi, maka hal inilah sebenarnya memperberat dan merendahkan
kedudukan wanita karena seolah-olah
wanita dieksploitasi oleh
laki-laki untuk bekrja keras membantu mencari nafka yang sebenarnya menjadi tanggungjawab laki-laki. Beberapa kasus menunjukkan bahwa dalam kehidupan keluarga yang kurang mampu wanita sering dipaksa untuk memecahkan maslah ekonomi keluarga dengan berbagai cara sehingga kadangkala wanita
berani menjual satu-satunya harta yang mereka miliki yaitu kehormatan
seksualnya (Lukman Sutrisno, dalam Fauzie Ridjal , 1993).
Diera globalisasi ini gerakan femenisme barat juga berpengaruh di Indonesia.
Tuntutan femenisme barat adalah
kebebasan wanita dari ikatan budaya yang
didominasi oleh laki-laki. Hal ini secara bertahap pasti masuk dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.
Banyak wanita terutama wanita karier
merasa tersiksa dengan dominasi
suami sebagai kepala rumah tangga, karena telah merasa memiliki pendapatan
sendiriyang kadangkala jauh lebih besar daripada pendapatan suami. Dengan dasar
inilah mereka berusaha mencari kebebasan dari luar rumah ternasuk kebebasan
seks.
Dengan melihat kecendrungan tersebut
tidak menutup kemungkinan feminisme radikal akan masuk keIndonesia
dimana mereka menuntut kedudukan yang sama antara laki-laki dan wanita. Hal ini
tentunya akan berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat, mengingat kehidupan
masyarakat Indonesia
terikat oleh berbagai norma dan bahkan terikat dalam aturan budaya dan agama yang menempatkan wanita sebagai ibu rumah tangga yang harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga (domistic domain).
Kesimpulan
Gerakan femenisme memang perlu bagi wanita Indonesia, akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak
terlepas dari budaya, norma, agama yang mengatur kehidupan masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia
bukanlah masyarakat barat yang materialisme akan tetapi masyarakat yang
menekankan kepada keluhuran budi dan
keseimbangan kehidupan dalam berbagai hal. Bagi
bangsa Indonesia
pria dan wanita memang hrus diakuai sebagai dua jenis manusia yang berbeda secara kodrati tetapi keduanya saling
melengkapi. Oleh karena itu, laki –laki dan wanita haus berpasanga-pasangan
demi kebahagiaan dan mewujudkan harmoni.
Daftar Pustaka
Abdullah AD.
1996. Dilemma Wanita Karier. Yogyakarta: Ababil
Baso, Zohra Andi. 2000. Angka Wanita Menuju Tegaknya Hak-Hak
Konsumen. Makasar: YLK.
Ibrahim, Idi Subandi (ed) 1998. Wanita dan Media. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Ihromi, TO. 1995. Kajian
Wanita Dalam Pembangunan. Jakarta:
Yayasan Obor.
Ilyas, H.
Yunahar. 1998. Feminisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ridjal, fauzie (ed). 1993. Dinamika Gerakan Wanita di Indonesia. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Susanto, Budi (ed)
1996. Citra Wanita dan Kekuasaan. Yogyakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar