Bagi
Soekarno ideologi marhaenisme adalah ideologi perjuangan bagi golongan
masyarakat yang dimiskinkan oleh sistem kolonoalisme, imperialisme, feodalisme
dan kapitalisme. Untuk dapat memahami marhaenisme
menurut Soekarno harus menguasai
dua pengetahuan Pertama : Pengetahuan tentang situasi dan kondisi Indonesia,
dan Kedua :
Pengetahuan tentang Marxisme.
Soekarno
berkali-kali menegaskan bahwa siapapun tidak dapat memahami marhaenisme jikalau
tidak memahami marxisme terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka dapat
disimpulkan dengan alasan yang kuat pula bahwa marhaenisme adalah marxisme yang
disesuaikan dengan kondisi dalam masyarakat Indonesia sendiri. Ketika Soekarno mencermati marxisme, Bung
Karno menemukan bahwa marxisme terdiri dari 2 hal yang harus dibedakan ;
filsafat materialisme dan historis materialisme. Bung Karno menilai filsafat
materialisme yang atheis tidak sesuai dengan kehidupan Indonesia. Menurut
Soekarno historis-materialis me dapat digunakan sebagai metode berpikir untuk
menganalisa kehidupan sosial di Indonesia. Historis-materialis me bukanlah
merupakan ajaran atau ideologi tetapi semata-mata merupakan teori sosial yang
dapat dipergunakan untuk menganalisa keadaan sosial. Dengan menggunakan historis-materialis
me sebagai pisau analisa, Bung Karno menemukan bahwa rakyat Indonesia yang
sebagian besar adalah petani kecil, hidup menderita karena ditindas oleh sistem
yang mengungkungnya, yaitu kolonialisme/ imperialisme bangsa asing yang
merupakan anak kapitalisme, serta feodalisme bangsa Indonesia sendiri.
Akibat dari penindasan dan
pemerasan dari sistem tersebut rakyat Indonesia tidak mampu mewujudkan tuntutan
budi nuraninya. Berangkat dari pemikiran itu untuk melakukan pembelaan terhadap
rakyat yang tertindas maka Bung Karno melahirkan ideologi marhaenisme.
Marhaenisme adalah ideologi ajaran Bung Karno secara keseluruhan, didalam
marhaenisme terkandung alur pemikiran yang konsisten, suatu ideologi yang
membela rakyat dari penindasan dan pemerasan kapitalisme, kolonialisme/
imperialisme serta feodalisme, dalam rangka membangun masyarakat adil-makmur
dan beradab, bebas dari segala penindasan dan pemerasan, baik oleh bangsa atas
bangsa maupun manusia atas manusia. Marhaenisme adalah pemikiran yang murni
dicetuskan oleh Bung Karno dan berangkat dari kebutuhan hidup manusia yang
paling substansial dan bersifat universal, yaitu Tuntutan Budi Nurani Manusia
(The Social Consience of Man), yang menghendaki terwujudnya kesejahteraan hidup
manusia yang hanya dapat terpenuhi apabila telah tercipta harmonisasi antara
kemerdekaan individu dan keadilan social.
Pada kenyataannya tuntutan
tersebut tidak dapat ditemukan pada saat itu, dan keprihatinan atas
permasalahan (nasib bangsa Indonesia) inilah yang merupakan titik tolak dari
pengkajian Bung Karno dalam melahirkan ideologi marhaenisme. Golongan
masyarakat yang miskin dan melarat inilah yang disebut Soekarno marhaen.
Rumusan marhaenisme ini dijelaskan Bung Karno sebagai berikut :
1.
Marhaenisme adalah asas
yang menghendaki susunan masyarakat dan negara yang didalam segala halnya
menyelamatkan kaum marhaen.
2. Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum marhaen pada umumnya.
3. Marhaenisme sekaligus sebagai asas dan cara perjuangan yang revolusioner menuju kepada hilangnya kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme.
Bung Karno juga menyebut marhaenisme merupakan sosio nasionalisme dan sosio demokrasi. Hal ini menurut Soekarno dikarenakan nasionalisme kaum marhaen adalah nasionalisme yang berkeadilan sosial dan dikarenakan demokrasinya kaum marhaen adalah demokrasi yang berkeadilan sosial. Pengertian marhaen yang merupakan asal-usul dicetuskannya ideology marhaenisme menurut Soekarno adalah golongan masyarakat miskin yang terdiri dari tiga unsur :
1. Unsur kaum proletar Indonesia atau disebut kaum buruh.
2. Unsur kaum tani melarat Indonesia
3. Unsur kaum masyarakat melarat Indonesia lainnya.
Soekarno juga menjelaskan golongan mana yang disebut dengan kaum marhaenis, yakni kaum yang mengorganisir berjuta-juta kaum marhaen dan yang bersama-sama dengan tenaga massa marhaen yang hendak menumbangkan sistem kapitalisme, imperialisme serta kolonialisme, dan kaum yang bersama-sama dengan marhaen membanting tulang untuk membangun Negara dan masyarakat yang kuat, bahagia-sentosa, serta adil dan makmur. Pernyataan ini semakin ditegaskan oleh Soekarno dalam pernyataannya :
" Pokoknya, Marhaenis adalah setiap orang yang menjalankan marhaenisme seperti yang saya jelaskan. Camkan bebar-benar ! setiap kaum Marhaenis berjuang untuk kepentingan kaum marhaen dan bersama-sama dengan kaum marhaen ! "
Pandangan Soekarno yang memperlihatkan
kebenciannya terhadap system kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme yang
dianggapnya sebagai sumber mala petaka penyebab kemiskinan masyarakat indonesia
dapat dilihat dari petikan pidatonya yang mensyaratkan perlunya kerjasama
dengan kaum tertindas dalam merubah sistem yang eksploitatif :
" ……. Kita semua harus berjuang di tengah-tengah rakyat marhaen,
membulatkan seluruh kekuatan marhaen, dan bersama-sama dengan kaum marhaen itu
terus berjuang melawan kapitalisme, imperialisme, kolonialisme dan
neo-kolonialisme dimanapun ia masih bercokol dan berada. Seorang penulis
Amerika Louis Fischer pernah mengumpamakan marhaenisme sebagai Smith-isme untuk
masyarakat Amerika, karena di Amerika Smith adalah nama yang paling banyak
dipakai oleh orang-orang kecil, dan andaikata Bung karno tidak berjalan-jalan
ke Bandung Selatan tetapi di desa-desa sekitar Malang, dan ia berjumpa dengan
pak Kromo atau pak Bakat maka ia tentu akan menamakan : kromo-isme atau
bakat-isme. Ketika Bung Karno akan memberi nama terhadap masyarakat Indonesia
yang tertindas oleh sistem yang eksploitatif, serta nama ideologi yang telah
dipikirkannya Bung Karno bertemu dengan seorang petani kecil di desa
Cigalereng, Bandung Selatan bernama Marhaen.
Bagi Bung Karno, Pak Marhaen adalah simbolisasi dari lapisan masyarakat yang merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia pada saat itu. Dia adalah seorang petani kecil yang memiliki alat produksi, bekerja dengan seluruh waktunya, tetapi tetap menderita karena hidup dalam sistem yang menindasnya. Marhaenisme yang ditafsirkan Soekarno sendiri dapat juga dilihat dari keputusan Konfrensi Partindo pada tahun 1933 tentang marhaen dan marhaenisme yang populer:
1. Marhaenisme, yaitu sosio nasionalisme dan sosio demokrasi.
2. Marhaen, yaitu kaum proletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan kaum melarat Indonesia yang lain-lain.
3. Partindo memakai perkataan marhaen, dan tidak proletar oleh karena perkataan proletar sudah termaktub didalam perkataan marhaen, dan oleh karena perkataan proletar itu bisa juga diartikan bahwa kaum tani dan lain-lain kaum yang melarat tidak termaktub didalamnya.
4. Karena Partindo berkeyakinan, bahwa didalam perjuangan, kaum melarat menjadi elemen-elemennya (bagian-bagiannya) , maka Partindo memakai perkataan marhaen.
5. Didalam perjuangan marhaen itu maka Partindo berkeyakinan, bahwa kaum proletar mengambil bagian yang besar sekali.
6. Marhaenisme adalah asas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri yang didalam segala halnya menyelamatkan marhaen.
7. Marhaenisme adalah pula cara perjuangan untuk mencapai susunan masyarakat dan susunan negeri yang demikian itu, yang oleh karenanya, harus suatu cara perjuangan yang revolusioner.
8. Jadi marhaenisme adalah ; cara perjuangan dan asas yang menghendaki hilangnya tiap-tiap kapitalisme dan imperialisme.
9. Marhaenis adalah tiap-tiap orang bangsa Indonesia, yang menjalankan marhaenisme.
Marhaenisme ajaran Bung Karno sebagai ideologi perjuangan bagi kaum marhaen memiliki asas perjuangan sesuai dengan watak dan karakter ideologi marhaenisme. Perjuangan kaum marhaenis dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta beradab memerlukan suatu strategi dan cara yang disebut asas perjuangan. Sosio nasionalisme bertujuan memperbaiki keadaan di dalam masyarakat sehingga tidak ada kaum yang tertindas, tidak ada kaum yang celaka, dan tidak ada kaum yang papa sengsara. Sosio nasionalisme bertujuan untuk mencari keberesan politik dan keberesan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rezeki. Sosio demokrasi lahir daripada sosio nasionalisme bertujuan mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan rezeki, dan tidak hanya mengabdi kepada kepentingan sesuatu yang kecil melainkan kepada kepentingan masyarakat. Sosio nasionalisme adalah nasionalisme yang berperikemanusiaan, nasionalisme yang lapang dada, nasionalisme yang internasionalisme, nasionalisme yang bergetar hatinya untuk membela apabila melihat masih ada bangsa yang terjajah. Sosio nasionalisme bukanlah nasionalisme yang berpandangan sempit dan menumbuhkan chauvinisme jingoisme, intoleran atau disebut xeno phobia. Sosio nasionalisme juga bukan nasionalisme yang hanya berorientasi pada internasionalisme minded saja, tanpa memperhatikan harga diri atau identitas nasional atau disebut xeno mania.
Bagi marhaenisme, internasionalisme harus dibarengi oleh nasionalisme atau patriotisme dan disebut sosio nasionalisme. Sosio demokrasi meliputi demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Demokrasi politik hanya akan melahirkan political power centris yang menyuburkan lairan yang berpedoman pada adagium " The survival of the fittest ", dalil sosial Darwinisme. Demokrasi politik yang seperti ini berwatak liberalisme dan menjurus kepada free fight competition dan bertentangan dengan marhaenisme yang sosialistis. Dengan demikian demokrasi politik dan demokrasi ekonomi sejajar dengan marhaenisme. Apabila marhaenisme dikembangkan maka akan melahirkan :
1. Sosio nasionalisme menjadi nasionalisme, perikemanusiaan.
2. Sosio demokrasi menjadi demokrasi, kedaulatan politik dan keadilan sosial.
Bung Karno dalam menjelaskan marhaenisme tidak pernah keluar dari benang merah yang telah digariskan sejak tahun 1927 tentang marhaenisme, diantaranya :
1. Marhaen adalah kaum melarat Indonesia yang terdiri dari buruh, tani, pengusaha kecil, pegawai kecil, tukang, kusir, dan kaum kecil lainnya. Soekarno sering menyebutkan marhaen adalah rakyat Indonesia yang dimiskinkan oleh imperialisme.
2. Marhaen Indonesia ada yang berdomisili di pantai, di gunung, di dataran rendah, di kota, di desa dan dimana saja. Marhaen itu ada yang beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan ada juga yang menganut animisme. Marhaen Indonesia ada yang kyai, pastor, pendeta, biksu, mpu atau dukun di kalangan PSII, Budi Utomo, TNI, KORPRI dan dimana saja.
3. Kaum marhaen sesuai dengan kodratnya berupaya melepaskan belenggu kemiskinan dan mengharapkan terjadinya perbaikan nasib.
4. Marhaenisme adalah ideologi yang bertujuan menghilangkan penindasan, penghisapan, pemerasan, penganiayaan dan berupaya mencapai serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, melalui kemerdekaan nasional, melalui demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
5. Terhapusnya kemiskinan dan terwujudnya masyarakat adil dan makmur hanya bisa dicapai dengan kemerdekaan nasional, dimana kemerdekaan itu hanyalah jembatan emas. Di seberang jembatan emas itu terbuka dua jalan. Satu jalan menuju masyarakat yang adil dan makmur, dan jalan satu lagi menuju masyarakat celaka dan binasa.
Marhaenisme adalah sublimasi daripada
Manifesto Komunis dan
Declaration Of Independence. Dari Manifesto Komunis diambil yang baik dan yang
bermanfaat bagi perkembangan umat manusia, begitu pula dengan Declaration Of
Independence. Oleh karena itu konsepsi marhaenisme memadukan kebebasan manusia
dan solidaritas sosial yang berdasarkan pada nilai-nilai manusia dan
kemanusiaan. Konsepsi marhaenisme adalah ideologi yang akan menggantikan
ideologi komunisme dan kapitalisme.
Marhaenisme ajaran Soekarno bukanlah ` jalan ketiga ` seperti yang
dicetuskan oleh Anthony Giddens, yang bertujuan untuk mendamaikan perbedaan antara
2 ideologi di Eropah antara kubu demokrasi social yang dinilai terlalu memberi
kebebasan kepada negara untuk mengatur jalannya perekonomian masyarakat.dan
kubu liberalisme yang dinilai terlalu liberal dengan politik ekonomi pasar
bebas.
Ideologi ` jalan ketiga ` Giddens sangat berbeda dengan marhaenisme dikarenakan ` jalan ketiga ` bukan lahir daripada antitesa terhadap kapitalisme melainkan upaya untuk mendamaikan sistem ekonomi pasar bebas dengan ekonomi demokrasi sosial. Marhaenisme lahir sebagai sebuah antitesa atas penghisapan oleh kapitalisme dan imperialisme negara-negara maju terhadap negara-negara dunia ketiga. Jalan ketiga dinilai banyak pihak berhubungan erat dengan kebijakan-kebijakan neoliberal, dianggap dekat dengan pergerakan-pergerak an sayap kanan dan dianggap sebagai upaya untuk memodernisir wacana sosialisme-demokras i di era globalisasi.
Marhaenisme menekankan pentingnya pendidikan
terhadap massa marhaen sementara ` jalan ketiga ` Giddens lebih mempersiapkan
kelas pekerja
untuk menghadapi pasar bebas. Ideologi aIternatif atau jalan ketiga (The Third
Way ) merupakan kejenuhan historis terhadap segala bentuk ideologi yang
menjenterah diantara keriuhan peradaban dunia seperti sosialisme dan
kapitalisme. Jalan keriga juga lahir karena peleburan cakrawala antara berbagai
aliran ideologis untuk melahirkan suatu peradaban baru yang bernaung dibawah
ideologi kemanusiaan. Inti dari marhaenisme adalah untuk mengganti kapitalisme
dengan segala metamorfosanya dan marhaenisme adalah ideologi kiri yang
merupakan antitesa kapitalisme dan bukan ideologi kanan apalagi ` jalan ketiga
Marhaenisme adalah ideologi yang berpijak pada nilai-nilainya sendiri bukan
merupakan hasil revisi ataupun hasil damai antara kiri dan kanan. Visi
Marhaenisme adalah terwujudnya masyarakat marhaenistis, yaiu masyarakat adil,
makmur dan beradab berdasarkan kesederajadan dan kebersamaan yang dilandasi
semangat persatuan dan kesatuan, bebas dari segala bentuk penindasan dan
keterkungkungan (hegemoni), suatu masyarakat adil dan makmur material dan
spiritual.
AZAS
Azas adalah dasar atau " pegangan " kita yang " walau sampai lebur kiamat " , terus menentukan " sikap " kita, terus menentukan " duduknya nyawa kita ". Azas adalah prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan untuk dapat mewujudkan visi yang telah dicanangkan. Azas Marhanisme yang merupakan hasil analisa Bung Karno dengan menggunakan historis-materialis me adalah : Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi. Sosio-nasionalisme adalah nasionalisme yang menghendaki kesejahteraan, nasionalisme yang berperikemanusiaan, nasionalisme yang hidup dalam taman sarinya internasionalisme, bukan nasionalisme yang chauvinistis. Nasionalisme yang saling menghargai antara bangsa-bangsa dalam kesederajadan dan perdamaian abadi, sehingga tidak menghendaki terjadinya penjajahan suatu bangsa oleh bangsa lain.
Nasionalisme kita adalah nasionalisme yang mencari selamatnya perikemanusiaan. ... Sosio nasionalisme adalah nasionalisme Marhaen, dan menolak tiap tindak kaum borjuisme yang menjadi sebabnya kepincangan masyarakat itu. Jadi sosio-nasionalisme adalah nasionalisme politik dan ekonomi,- suatu nasionalisme yang mencari keberesan politik dan keberesan rezeki. "
Sosio-demokrasi adalah demokrasi yang
berkeadilan sosial, bukan demokrasi yang sekedar mengedepankan perbedaan dan
kemerdekaan individu yang mengabaikan kebersamaan serta tegaknya keberdayaan
dan kedaulatan rakyat. Esensi dari Sosio-demokrasi adalah tegaknya kesedrajadan
dan kebersamaan yang merupakan landasan bagi terwujudnya keberdayaan dan
kedaulatan rakyat. Tujuan demokrasi adalah untuk menciptakan kesejahteraan
bersama tanpa ada penindasan manusia oleh manusia.
" Sosio-demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan dua-dua
kakinya di dalam masyarakat. Sosio-demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan
sesuatu gundukan kecil sahaja, tetapi kepentingan masyarakat,- demokrasi sejati
yang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan rezeki.
Sosio-demokrasi adalah demkrasi politik dan emokrasi ekonomi. "
Marhaenisme merupakan sintesa yang lahir
dari antitesa terhadap system yang menindas dan menyengsarakan rakyat, maka
Marhaenisme memiliki sifat anti penindasan, anti terhadap kapitalisme,
kolonialisme/ imperialisme dan feodalisme maupun setiap bentuk penindasan
lainnya. Hasil penganalisaan kultural Bung Karno terhadap bangsa Indonesia
membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa serta sanggup hidup berdampingan secara damai dalam pluralisme beragama.
Apabila dicermati secara seksma maka kan dapat kita ketahui bahwa azas
Marhaenisme tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Azas Perjuangan Marhaenisme
Azas perjuangan adalah menentukan hukum-hukum daripada perjuangan itu,- menetukan strategi daripada perjuangan itu. Azas perjuangan menentukan karakter perjuangan itu, sifat-wataknya perjuangan itu, garis-garis besar daripada perjuangan itu,- bagaimana perjuangan itu. "Adapun asas perjuangan daripada ideologi marhaenisme adalah :
· Radikal-revolusioner
· Non-kooperasi
· Machtsvorming dan machtsaanwending
· Massa aksi
· Self help
· Self reliance
Radikal-revolusioner adalah cara perjuangan untuk melakukan perubahan secara mendasar dan cepat. Radikal revolusioner tidak ada hubungannya dengan kekerasan, amuk-amukan, apalagi bunuh-bunuhan, tetapi cara perjuangan yang tidak hanya tambal sulam. Hal mendasar dari radikal-revolusione r adalah non-kooperasi. Non-kooperasi adalah perjuangan dengan tidak melalui jalan kompromi, bukan perjuangan meminta-minta, dan non-kooperasi ditujukan terhadap sistem yang melakukan pemerasan dan penindasan, terhadap sistem yang menistakan kemerdekaan individu dan keadilan sosial. Terhadap system yang mendatangkan kesengsaraan dan penderitaan itulah non-kooperasi diarahkan. Machtsvorming adalah perhimpunan kekuatan yang dilandasi satu kesatuan semangat dan cita-cita, satu penyusunan kekuatan berdasarkan mental ideologi, dan merupakan sumber dalam menggunakan kekuatan (machtsaanwending) dan bukan hanya himpunan orang dalam jumlah yang banyak, bukan juga himpunan yang sifatnya lahiriah.
Massa aksi adalah suatu massa aksi yang
didasari pada kesadaran
bersama atas tujuan perjuangan, massa aksi bukanlan gerakan yang harus dengan
jumlah besar, tetapi setiap tindakan yang dapat melahirkan kesadaran rakyat
untuk menimbukan gerakan yang radikal-revolusioner. Massa aksi berbeda dengan
massale aksi. Self help adalah suatu gerakan yang tidak bergantung kepada
kekuatan sesuatu pihak melainkan harus berdasarkan kekuatan sendiri. Dengan
menggantungkan diri pada pihak lain maka dapat membuka peluang terhadap pihak
lawan untuk mengkooptasi (membelokan gerakan dengan niat buruk) gerakan. Dengan
dasar self help, suatu gerakan akan memiliki self reliance (kepercayaan diri).
Asas perjuangan dari marhaenisme tersebut mengandung 3 misi utama bagi kaum marhaenis Indonesia, yakni :
1. Membangun kesadaran rakyat atas penderitaan serta sebab-sebab yang mengakibatkan penderitaannya.
2. Membangun kekuatan kaum marhaen dan marhaenis agar dapat menjadi subjek sosial-politik yang menentukan tata kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Menggalang kekuatan progressif-revolusi oner, yaitu semua kekuatan yang mendukung tercapainya revolusi Indonesia sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Kekuatan progressif-revolusi oner adalah kekuatan yang berpikiran maju ke arah tujuan revolusi Indonesia, yaitu terwujudnya masyarakat adil dan beradab, masyarakat tanpa penindasan dan pemerasan oleh manusia atas manusia maupun bangsa atas bangsa. Tujuan revolusi ini hanya kan dapat dicapai melalui tiga tahapan revolusi, yang oleh Bung Karno disebut " Tiga Kerangka Revolusi ", yaitu :
1. Kemerdekaan penuh/Nasional- demokratis.
2. Sosialisme Indonesia.
3. Dunia baru yang adil dan beradab.
Untuk mencapai kemerdekaan yang hakiki
tersebut, maka Indonesia harus menyelenggarakan pembangunan : [29]
1. State Building (mempertanyakan Negara Kesatuan Republik Indonesia )
2. Nation and character Building (pembangunan karakter bangsa)
3. Social and economic developing building (pembangunan social ekonomi)
Ideologi : Marhaenisme Soekarno [4 Juli 1927]
Ketika
Bung Karno ‘memperkenalkan’ Marhaenisme sebagai ideologi PNI pada tanggal 4
Juli 1927, banyak orang yang ‘kebingungan’ atau bersikap sinis (kelompok
nasionalis-borjuasi) dan mencibirnya (kelompok Marxist-Leninist). Dan sebagian besar pengikutnya hanya sekedar
‘membebek’ secara ‘membabi-buta’ – hanya dengan menghafalkan definisinya saja,
yaitu “Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi’ atau “Marxisme yang diterapkan
dalam situasi dan kondisi Indonesia”. Ini fakta! Dan itulah pula yang menjadi materi setiap
kursus kader di GSNI, GMNI, Gerakan Pemuda Marhaenis, dll pada khususnya dan
PNI/Front Marhaenis pada umumnya.
Kemudian -dalam era Pasca Gestok 1965- seorang ‘intelektual’ yang mantan
anggota GMNI- malah pernah menulis bahwa Bung Karno hanya sekedar melakukan
‘copy – paste’ tulisan Karl Marx dalam mendefiniskan Marhaenisme.
Sekitar
83 tahun setelah lahirnya Marhaenisme, majalah “Monthly Review” -majalah
Sosialis Amerika Serikat terbitan Juli-Agustus 2010- mengulas tulisan seorang
doktor Sosiologi -lulusan Universitas Sorbonne, Paris, Perancis-, yang berjudul
“Latin America and Twety-First Century Socialism : Inventing to Avoid
Mistakes”. Inilah sepenggal kutipan dari
artikel tersebut. Pada umum kaum/golongan kiri terbiasa memahami sosialisme
dalam pengertian yang diambil dari Revolusi Russia. Namun perkembangan terkini di
Amerika Latin sungguh mengejutkan, bahkan membingungkan, karena mencerminkan
kondisi revolusioner dan praktik sosialisme yang berbeda. Bagi mereka yang
masih berorientasi kepada model-model lama, dan hanya melihat satu cara menuju
sosialisme, maka apa yang terjadi di Amerika Latin akan dinilai bukanlah ‘jalan
yang benar’ untuk melaksanakan perubahan menuju sosialisme. Kemenangan yang
telah berhasil mengantarkan pemerintahan-pemerintahan revolusioner rakyat
kepada kekuasaan diraih melalui pemilihan umum. Bukan perjuangan bersenjata.
Negara dan
ekonomi tidaklah dikuasai secara menyeluruh. Peran instrumen
politis-revolusioner (partai) sangat berbeda dengan cara yang lama. Dan
pelaksanaan pembangunan sosialisme tidak menempuh cara perencanaan yang
bersifat terpusat atau sentralistik -dari atas ke bawah- sebagaimana halnya
perencanaan negara yang bersifat birokratik. Hal yang sangat
mencengangkan,-mungkin-,adalah kenyataan bahwa revolusi tersebut tidak terlalu
banyak diilhami oleh Marxisme, melainkan dibentuk oleh tradisi revolusioner
penduduk asli Amerika Latin beberapa abad yang lampau. Dalam hal ini, Chavez
memainkan peran yang sangat menonjol dalam mendefinisikan makna dan substansi
Revolusi Bolivar.
Simon
Bolivar
memperoleh pemahaman tentang revolusi dari guru dan pembimbingnya, yaitu Simon Rodriguez dan Ezekiel Zamora yang
merupakan pemimpin pemberontakan petani dalam perang pada tahun 1850-an dan
1860-an. Dalam kritiknya -yang bernada negatif- terhadap ‘Sang Pembebas’,-yaitu
Simon Bolivar-, dan Revolusi Bolivarian, kaum kiri menggunakan pemikiran Marx
(berdasarkan sumber yang bersifat negatif).
Bagaimana mungkin Bolivarianisme Amerika Latin yang bersumber dari awal
abad ke-19 mengkaitkan dengan perjuangan kaum Sosialis sekarang. Lalu,
bagaimana kaum Marxis memandang Revolusi Bolivarian?
Tidak
ada keraguan sedikitpun bahwa munculnya Marxisme dalam abad ke-19 telah
memberikan perangkat yang lengkap untuk melakukan analisis tentang perubahan
revolusioner dalam masyarakat borjuis. Namun demikian, tidak jarang bahwa
perangkat tersebut diubah menjadi ilmu pengetahuan tentang revolusi yang
‘mekanistik ‘atau ‘kaku’ yang diterapkan -secara doktriner- pada situasi yang
sangat berbeda. Yang paling mencolok adalah cara memahami sejarah secara
harafiah-kaku, sehingga perkembangan masyarakat seolah-olah ditakdirkan harus
melalui tahapan dan jalan yang sama atau seragam. Hal ini mengakibatkan
lahirnya Marxisme yang murni-doktriner.
Sangat
penting untuk memahami bahwa Marx sendiri tidak pernah memandang analisisnya
yang kritis dengan cara yang kaku atau doktriner. “Keberhasilan”, menurut Marx,
“tidak pernah diraih dengan menggunakan ‘primbon’ teori historis-filosofis
umum, yang hukum atau dalilnya bersifat supra-historis”. Menghadapi
perkembangan gerakan revolusioner di Russia pada akhir masa hidupnya, Marx tidaklah
berupaya untuk memaksakan ‘model yang siap-pakai’, melainkan berupaya memahami
kondisi historis yang spesifik dan mempelajari bangsa serta kultur dan
bahasa Russia serta kerja warga Russia yang revolusioner. Alhasil, dia mampu mengintegrasikan aspek-aspek
tradisi revolusioner yang beraneka-ragam ke dalam analisisnya yang responsif
terhadap kondisi dan perjuangan Russia. Dengan demikian, dia dapat memahami
lahirnya/timbulnya berbagai perbedaan -bahkan yang bersifat diametrik-
dengan pengikutnya (kaum Marxist) di Russia saat itu.
Semua
orang memiliki karakteristiknya sendiri dalam tradisi revolusioner yang
beraneka-ragam yang bersumber dari pengalaman masa lalunya. Hal ini
mencerminkan kekhasan sejarah dan budaya, bahkan mencerminkan pula kegagalan dan
persoalannya yang tak terselesaikan. Tidak disangsikan lagi bahwa beberapa
warisan historisnya terhitung sudah kuno. Namun seringkali, hal tersebut
mencerminkan solusi yang radikal yang ternyata mendahului zamannya. Sejarah -pada hakekatnya- merupakan sebuah
proses revolusioner. Pada bagian akhir dari “Open Veins of Latin America”,
Eduardo Galeano menyatakan: “semua ingatan bersifat menentang atau melawan,
karena memang berbeda, dengan demikian pula halnya dengan program (apapun)
untuk masa depan”.
Dengan
demikian, hubungan (kaitan) Marxisme dengan tradisi revolusioner yang
beraneka-ragam bersifat kompleks. Sebagaimana dinyatakan oleh Teodor Shanin
pada 1983, dalam “Marx dan Jalan Russia”,-sekitar abad pertama Marxisme-, bahwa
bentuk yang paling murni dari “sosialisme ilmiah”,-yaitu semua yang bersifat
turunan dari induknya-, secara politis terbukti selalu bersifat lemah dan tidak
efektif. Demikian pula halnya dengan bentuk asli ‘jargon’ sosialisme
revolusioner yang ternyata juga berakhir dengan kegagalan. Pengintegrasian
Marxisme dengan tradisi politik asli (lokal) ternyata mampu mendasari semua
sikap dan tindakan yang ditumbuhkan secara internal dan yang secara politis
efektif bagi proses transformasi revolusioner yang dilakukan oleh kaum
sosialis. Polarisasi antara keberhasilan Lenin, Mao, Ho dan yang lain-lain di
satu pihak dengan kegagalan Kautsky, Plekhanov atau Martov atau para Marxists
Asia -antara lain Roy- merupakan bukti adanya kemiripan dengan perbedaan yang
terjadi antar ‘kutub’ atau ‘kelompok’. Meski sulit memahami keberhasilan
politis -dalam makna hanya pemikiran teoritis dari para penganutnya saja-,
Marxisme telah mampu mewujudkan kekuatan yang spesifik dari upaya
penyesuaiannya dengan keaneka-ragaman tradisional.
Dengan
kalimat lain dapat dinyatakan bahwa keberhasilan tradisi revolusioner yang
beranekaragam dicapai/diwujudkan melalui penerapan Marxisme. Penerapan tersebut
merupakan upaya dalam hal menerapkan ilmu pengetahuan sesuai dengan
problematika revolusi – serta problematika modal dan struktur penguasa dalam
masa kini.
Catatan
(HES) :
“penerapan
Marxisme dalam situasi dan kondisi Indonesia”, kata Bung Karno.
Tanpa harus
dikatakan, ternyata semua ‘keberhasilan’ revolusi yang telah disebutkan oleh
Shanin ternyata menghadapi kesulitan yang serius. Sebagaimana yang dicatat,
tahun 1989 ditandai dengan runtuhnya ‘sosialisme yang nyata-nyata ada’, yaitu
arus besar pertama revolusi sosialis. Revolusi tersebut -yang di-demontrasikan
oleh Uni Soviet- ternyata telah lama ‘takluk’ kepada berkecamuknya kontradiksi
internal dan eksternal -yang sebelum keruntuhannya, dinilai sebagai model yang
dapat diandalkan. Proses transformasi di Venezuela terjadi setelah terjadinya
Caracazo 1989, oleh karena itu diilhami sepenuhnya oleh tradisi ‘jargon’ revolusioner.
Hal ini membawa pemahaman bahwa sejak pada awalnya Marxisme memang memainkan
peran sekunder.
Hal
tersebut merupakan karakteristik atau keunikan proses revolusioner di Amerika
Latin. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Marta Harnecker pada tahun 2003, hal
ini dapat disebut sebagai “a sui generis revolution” atau revolusi yang unik (unique or occupying a class of its own)
– bukan jiplakan.
Pemikiran
Bung Karno tentang Marhaenisme terbukti benar dan tepat.
Dan
orisinil.
MARXISME
Marxisme
adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar
yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem politik. Pengikut teori ini
disebut sebagai Marxis. Teori ini merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam
buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan sahabatnya,
Friedrich Engels. Marxisme merupakan bentuk protes
Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum
kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat
menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum sementara
hasil keringat mereka dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang
harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini
timbul karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan
yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx
berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan,
menurut Marx kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan.
MATERIALISME adalah paham ajaran
yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas yang spiritual dalam
metafisika, teori nilai, fisiologi, epistimologi atau penjelasan historis. Ada
beberapa macam materialisme, yaitu materialisme biologis, materialisme parsial,
materialisme antropologis, materialisme dialektis, dan materialisme historis. Adalah Karl Marx
(1818-1883) tokoh utama yang mengaitkan filsafat dengan ekonomi. Dalam
pandangannya, filsafat tidak boleh statis, tetapi harus aktif membuat
perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan materi, bukan
ide-ide (hal ini berbeda dengan Hegel). Manusia selalu terkait dengan
hubungan-hubungan kemasyarakatan yang melahirkan sejarah. Manusia adalah
makhluk yang bermasyarakat, yang beraktivitas, terlibat dalam suatu proses
produksi. Hakikat manusia adalah kerja (homo
laborans, homo faber). Jadi, ada kaitan yang erat antara filsafat,
sejarah dan masyarakat. Pemikiran Karl Marx ini kemudian dikenal dengan
Materialisme Historis atau Materialisme Dialektika.
Pandangan
Karl Marx di atas mendapat reaksi yang beragam-ragam di Indonesia. Mengapa?
Karena materialisme adalah ajaran Marxisme, yang pada dasarnya memiliki
pemikiran sejalan dengan positivisme. Sesungguhnya perintis pemikiran ini bukan
hanya Karl Marx, tetapi juga Friedrich Engels (1820-1895). Mereka berdua banyak
mendapat inspirasi (terutama metode dialektikanya) dari filsuf Jerman yang
sangat berpengaruh, yaitu GWL Hegel (1770-1831). Marx adalah tokoh pertama yang
mengaitkan filsafat dengan ekonomi. Dalam perspektifnya, filsafat tidak boleh
statis, tetapi harus aktif membuat perubahan-perubahan karena yang terpenting
adalah perbuatan dan materi, bukan ide-ide (hal ini berbeda dengan Hegel).
Jalan pemikiran Karl Marx tersebut menjelaskan pandangannya tentang teori
pertentangan kelas, sehingga pada perkembangan berikutnya melahirkan komunisme.
Dalam
realitas, Marxisme adalah suatu gagasan yang menarik untuk dicermati dari sudut
pandang sains oleh kaum intelektual dan mahasiswa. Namun bagi pemerintah dan
mayoritas bangsa, Marxisme adalah ajaran sesat dan tak bermoral yang
bertentangan dengan ideologi negara kita Pancasila, dan UUD 1945. Kuatnya
indoktrinasi pemerintah di era orde baru menyebabkan sejumlah intelektual dan
mahasiswa hanya mempercakapkannya dalam area kampus. Itu pun hanya semata-mata
dalam perspektif Marxisme sebagai gagasan dalam konteks sains. Namun, sulit
untuk memungkiri bahwa gagasan-gagasan kaum mahasiswa di era orde baru yang
bernyali berteriak lantang memprotesi berbagai kebijakan pemerintah yang konon
katanya sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme, dan kuatnya peranan militer
(militerisme) dalam mengamankan legitimasi kepemimpinan Orde Baru di pundak
Presiden Soeharto, boleh dapat dikatakan bernafaskan roh atau jiwa dari gagasan
Marxisme. Argumen ini mengemuka karena pada era itu yang menjadi value
demokrasi Indonesia adalah musyawarah untuk mufakat, bukan demonstrasi, apalagi
people power.
Dan
yang dibahas dalam makalah ini adalah tentang Materialisme Historis dengan
berbagai sejarah pandangan filsafat dunia yaitu Hegel dan Karl Marx dan Engels
yang diperpadukan dalam pendapat serta pemahaman seorang tokoh marxisme asal
Indonesia, yaitu Tan Malaka.
Materialisme
Historis (Hukum Objektif Sejarah)
Materialisme historis dipahami sebagai perluasan prinsip-prinsip
materialisme dialektik pada anahsis mengenai kehidupan masyarakat, atau
pengeterapan prinsip-prinsip materialisme dialektik pada gejala kehidupan masyarakat.
Bertolak dari proposisi bahwa yang terpenting dari filsafat adalah bukan hanya
bongkar pasang makna tentang dunia namun bagaimana merubah kenyataan dunia,
Karl Marx meneruskan konsistensi pemikirannya pada kasus hukum dialektika
sejarah dalam masyarakat manusia. Dalam materialisme historis, Marx menjabarkan
secara ilmiah mata rantai kelahiran, perkembangan dan kehancuran sistem
masyarakat beserta kelas-kelas sosial dalam suatu kurun sejarah.
Marx menfokuskan pada tinjauan objektif atas corak~
produksi masyarakat sebagai struktur dasar masyarakat. Hubungan corak produksi
yang melibatkan keselarasan antara aktivitas masyarakat berikut bahan-bahan dan
perkakas yang ada sebagai basis material (faktor determinan) pembentuk sistem
ekonomi masyarakat dan struktur sosial di dalamnya termasuk manivestasi hukum,
politik, estetika dan agama. Totalitas produksi inilah yang menyusun masyarakat sekaligus menjadi landasan tempat
berpijak struktur-atas politik berdixi dengan pongah. Sampai pada puncak
perkembangannya, ketika suatu sistem produksi yang ada mengandung kontradiksi
yang melibatkan pertentangan kekuatan- kekuatan produktif dalam
masyarakat––kelas tanpa modal versus
kelas bermodal–maka hukum sejarah berlaku dialektik. Yakni perubahan yang
sesuai dialektika hukum objektif, di mana masyarakat bawah yang terperas dan
terhisap akan melakukan perombakan secara revolusioner sebagai anti-tesa sistem
lama menuju sistesa dalam masyarakat baru yang diperjuangkan sendiri semua kaum
tertindas (proletariat).
Lenin berpendapat, dengan ditemukannya konsepsi
materialisme historis, ia telah mengatasi dua kelemahan pokok dari teori-teori sejarah terdahulu. Pertama, mereka paling hanya
meneliti motif-motif ideologis dari aktivitas sejarah manusia, tanpa
menyelidiki apa yang melahirkan motif-motif tersebut dan Vna berpegang pada
hukum-hukum objektif yang menguasai perkembangan sistem hubungan sosial. Mereka
juga tidak melihat akar-akar dari hubungan-hubungan pada tingkat perkembangan
produksi materi. Kedua, teori-teori sejarah terdahulu tidak meliputi tinjauan
aktivitas masyarakat dalam berbagai aspek corak-corak produksi dan
perkembangannya. Sedang materialisme historis Marx meninjau keadaan objektif
sosial dan perubahan dalam hukum dialektikanya dengan tingkat akurasi yang
hampir menyamai ilmu-ilmu alam. Dalam materialisme historis, Marx menunjukkan
hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat, menjelaskan secara objektif
kelahiran, perkembangan dan kehancuran suatu sistem masyarakat. Secara akurat la juga menyatakan bahwa pencipta
sejarah sebenarnya adalah massa rakyat kelas pekerja, bukan individu istimewa
macam raja, bangsawan atau pahlawan.
Teori Marx melahirkan masyarakat sosialisme.
Sedangkan teori weber memberikan spirit masyarakat
kapitalis. Dua aliran ekonomi yang sangat berpengaruh. Teori Marx tentang
perkembangan masyarakat atau perkembangan sejarah disebut Historic
Materialism.... Teori ini didasarkan pada filsafat Dialectic Materialism.
Marx mengatakan masyarakat berkembang sebagai suatu bangunan sosial ekonomi. (socio-economic formation). Perkembangan masyarakat itu mulai dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi. Hal itu disebabkan karena adanya kekuatan-kekuatan yang timbul dari socio economic formation. Untuk menelusuri teori perkembangan masyarakat, maka perlu diketahui tentang teori nilai (Surplus Value). Atau dalam bahasa German Mehrwerttheorie.
Marx mengatakan masyarakat berkembang sebagai suatu bangunan sosial ekonomi. (socio-economic formation). Perkembangan masyarakat itu mulai dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi. Hal itu disebabkan karena adanya kekuatan-kekuatan yang timbul dari socio economic formation. Untuk menelusuri teori perkembangan masyarakat, maka perlu diketahui tentang teori nilai (Surplus Value). Atau dalam bahasa German Mehrwerttheorie.
Terori nilai dari Karl Marx ini sebenarnya berakar
pada teori nilai dari Adam Smith dan David Ricardo. Sedangkan mengenai
perkembangan masyarakat, Marx sebenarnya berdasarkan pada Filsafat Hegel yang
disebut Dialectial Idealism. Perkembangan pikiran manusia secara dialetik
itulah yang menentukan perkembangan sejarah. Marx hidup dialam kapitalis, ...
Lihat Selengkapnyatetapi menolak kapitalis, karena memandang kapitalis sebagai
peralihan dari system feodal. Marx berpendapat system kapitalis mengandung
kontradiksi-kontradiksi, yang secara dialetik akhirnya melahirkan system sosialis.
Sedangkan Max Weber mengembangkan kapitalisme dengan
tulisannya yang berjudul Spirit of Capitalism. Dengan runtuhnya sosialisme,
maka kapitalisme mengandalkan perdagangan bebas sebagai salah satu tiang utama
dari persaingan. Kapitalisme mengalami perkembangan yang demikian pesat sampai
pada munculnya pasar global yang melahirkan lembaga ... Lihat
Selengkapnyaperdagangandunia baru seperti Uni eropa. Persaingan yang terjadi
tidak lagi antara sosialisme dan kapitalisme, tetapi justru antara kapitalisme
dengan ideologi baru yang muncul dari dalam tubuh kapitalisme sendiri sebagai
akibat dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi diseluruh dunia saat
ini.
Teori Marx sebenarnya
berdasarkan pada teori Adam Smith dan David Ricardo tentang Nilai. Adam Smith
membedakan dua macam nilai yaitu nilai tukar (value in change) dan nilai pakai
(Value in use).Pembedaan nilai sejalan dengan Quesnay (1694-1744) yang
tergolong kaun phisiokrat yang membedakan
valeur usuelle dan valeur venale. Nilai pakai dari Adam ... Lihat
SelengkapnyaSmith kemudian dikenal hingga kini sebagai utility (kegunaan dan
manfaat). Menurut Adam Smith kaya dan miskin seseorang sangat tergantung pada
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan kegemarannya. Teori utility dari Adam
Smith kemudian dikembangkan oleh Alfred Marshall dengan membedakan total
utility dan marginal utility
berdasarkan teori nilai tersebut Adam Smith selanjutnya membedakan kaya miskin seseorang tergantung pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan kegeramaran-kegamarannya. Menurut Adam Smith sebelum adanya spesialisasi pemenuhan kebutuhan dilakukan setiap orang terutama dengan menggunakan tenaganya sendiri. Setelah terjadi spesilisasi ... Lihat Selengkapnyakemungkinan itu menjadi lebih kecil. Hal itu karena ia menjadi tergantung pada tenaga kerja orang lain. Kaya dan miksin seseorang tergantung pada kemampuan menguasai tenaga kerja orang lain dan kemampuan untuk membeli hasil karya orang lain. Dengan demikian Adam Smith mengatakan “labour is the real measure of the exchangeable value of all commodities”. Secara tegas Adam Smith memilih tenaga kerja sebagai sumber dan satuan ukuran dari nilai. Oleh karena syaratnya nilai tenaga kerja itu tidak pernah berubah menurut waktu dan tempat. Syarat ini memang terpenuhi pada segala waktu. Jumlah tenaga kerja yang sama mempunyai nilai yang sama bagi orang yang memilikinya. Menurut Adam Smith yang berubah bukan nilai tenaga kerja itu sendiri tetapi harga barang lain.
Sedangkan menurut David
Ricardo produksi dihasilkan melalui tiga pemilik faktor produksi yaitu sewa
tanah, upah dan laba. Dalam hal ini Ricardo menguraikan tentang hukum
distribusi untuk menentukan satuan ukuran dari apa yang
didistribusikan.berdasarkan ukuran dari apa yang didistribusukan maka David
Ricardo berbicara tentang Natural Value atau ... Lihat SelengkapnyaNormal Value,
yang dibedakan dari Market Value. Market Value dapat berubah-ubah menurut
fluktuasi pasar. Sedangkan natural value tidak. Namun ditentukan oleh nilai
tenaga kerja yang dihasilkan, bukan dari upah (market price of labour). Ricardo
mengatakan “The Value of Commodity or the quantity of any other commodity for
which it will change depends on the raltive quantity of labour which necessary
for its production and not the greater or less compensation which is paid for
the labour. Dengan berasumsi barang-barang mempunyai kegunaan maka selanjutnya
David Ricardo membedakan dua macam barang yairu barangnya yang nilainya
ditentukan oleh kelangkaan dan barang yang nilainya ditentukan oleh jumlah
tenaga kerja yang dikorbankan. Dari sinilah mulai tampak pengaruh dari Teori
nilai Adam Smith dan David Ricardo memberikan pengaruh terhadap teori nilai
yang dikembangkan oleh Karl Marx.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar