Berdasarkan
gambaran diatas, bahwa Kebangsaan bukan sekedar instrumen yang berfungsi
sebagai perekat secara eksternal, melainkan wadah yang menegaskan
identitas masyarakat Indonesia yang
serba majemuk dalam berbagai dimensi kulturalnya. Oleh karena itu, wawasan
kebangsaan tidaklah berdiri terpisah
menjadi tonggak yang kering kerontang, tidak pula diterima secara picik
melainkan harus fungsional dan karena itu tertuang dalam aspek-aspek kehidupan
dengan memberikan muatan kultural dalam pola-pola kehidupan ekonomi, sosial dan
politik sebagaimana dapat kita baca dalam sejarah pergerakan nasional.
Upaya menanamkan, menumbuh kembangkan dan memelihara
wawasan kebangsaan masyarakat melalui sentra-sentra pendidikan seperti sentra
keluarga, masyarakat dan sekolah, yang disebut pula sebagai tri sentra
pendidikan (tiga pusat pendidikan). “Seluruh sentra tersebut dikembangkan
inklusivisme bukan eksklusivisme dimulai dari keluarga, masyarakat (society
maupun community) dan sekolah.
Oleh karena itu masyarakat
harus menyadari pentingnya meningkatkan wawasan kebangsaan untuk masa-masa
mendatang karena kalau tidak di lakukan maka akan semakin timbul degradasi
dalam National and Character Building dan bangsa Indonesia tinggal saat-saat
kehancurannya saja bilamana tidak di lakukan upaya yang serius melalui
pendidikan, hanya saja jangan dilakukan seperti di jaman Orde Baru.
Belajar dari pengalaman
proses sosialisasi P4 yang dilakukan melalui pendekatan penataran kiranya perlu
ditinjau kembali apakah pendekatan itu efektif bagi upaya sosialisasi Wawasan
Kebangsaan. Berbagai pendekatan lain secara teknis bisa dilakukan dengan cara
yang lebih menggugah dan partisipatif, antara lain dengan Focused Group
Discussion (FGD), Out Bound Orientation (OBO), Public Debate
Simulation/Exercise, atau melalui cara-cara yang lazim dikenal seperti lokakarya
atau seminar yang sifatnya lebih dua arah. metode harus diperbaiki
tidak seperti di masa yang lalu yang syarat dengan doktriner bukan menerima
pendidikan kebangsaan dengan secara kesadaran. Pengetahuan yang dibangun
seharusnya pengetahuan yang mampu menggerakkan kesadaran.
William F O’neil
(2002) menegaskan “keterampilan tanpa kesadaran adalah berbahaya, karena
keterampilan cenderung untuk hanya mengulang-ulang apa yang pernah dikerjakan,
sementara kesadaran diri membuka jalan untuk pertembuhan. Selama ini kegagalan
sekolah untuk mencetak manusia yang
cerdas dan berbudi luhur telah kehilangan nilai karena sekolah di manfaatkan
sebagai perbuatan yang samar-samar dari sekolompok mafia pendidikan yang keji
yang terdiri dari para pendidik yang berniat untuk melestarikan diri, yanh
mapan di berbagai jabatan, hal inilah yang disebut oleh Francis Fakuyama
sebagai teori kemapanan.
Wawasan
kebangsaan ternyata dapat terbentuk jika timbul adanya rasa kebangsaan sebagai
bentuk dari kesadaran kebangsaan. Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki
wawasan kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati
nuraninya. Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat
dirasakan tetapi sulit dipahami. Namun ada getaran atau resonansi dan pikiran
ketika rasa kebangsaan tersentuh. Rasa kebangsaan bisa timbul dan terpendam
secara berbeda dari orang per orang dengan naluri kejuangannya masing-masing,
tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang berpotensi dasyat luar biasa
kekuatannya.
Apabila pendidikan
kebangsaan dilakukan secara teratur dan berlanjut maka akan nampak hasilnya
beberapa tahun mendatang dengan indikasi kinerja bangsa Indonesia yang sejajar
dengan bangsa lain seperti adanya transparansi, tidak adanya kolusi, korupsi dan
nepotisme. Seperti yang sekarang terjadi masih dapat dilihat di media cetak dan
elektronik yang mengemuka dengan adanya kasus-kasus korupsi, kekerasan
masyarakat dan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Apabila
wawasan kebangsaan sudah tinggi maka hal ini akan tidak terjadi karena adanya
rasa nasionalisme yang tinggi, budaya malu, rasa harga diri yang tinggi,
dedikasi yang tinggi serta semangat kerja yang tinggi.
Pendidikan wawasan
kebangsaan tidak boleh terputus karena akan tidak berlanjutnya kelangsungan
system, metoda dan doktrin yang telah disusun dalam bentuk kurikulum pendidikan
mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah dasar, Sekolah Menengah, Sekolah
lanjutan, sampai perguruan tinggi. Kemudian dilanjutkan di tempat kerja maupun
di lingkungan pemukiman. Apabila hal ini dilakukan maka tidak ada celah-celah
kekosongan dalam pendidikan wawasan kebangsaan sehingga pendidikan wawasan
kebangsaan selalu dilakukan secara terencana, bertahap dan berlanjut secara
otomatis.
Mengingat wawasan
kebangsaan masyarakat saat ini rendah dengan berbagai indikasi maka perlu upaya
peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat melalui pendidikan kebangsaan.
Apabila hal ini dilakukan maka akan meningkatkan kualitas kebangsaan masyarakat
yang tercermin dengan berbagai hal seperti etos kerja, semangat kerja, tidak
adanya pelanggran hukum, tidak ada korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pemerintah merupakan subyek
yang dominan dalam menyelenggarakan pendidikan kebangsaan guna meningkatkan
wawasan kebangsaan masyarakat, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
dengan melaksanakan perencanaan pendidikan, pengorganisasian dalam pendidikan
kebangsaan, mengatur kegiatan dalam pendidikan kebangsaan serta mengawasi
jalannya pendidikan kebangsaan masyarakat.
Metode yang digunakan
adalah metode dialog .
Dengan metode ini maka diharapkan masyarakat mampu mendialogkan problematik yang
dihadapi bangsa Indonesia pada umumnya dan kemudian mengajak mereka untuk
memetakan dan mencari solusi atas problematik yang dihadapi, sehingga berdampak
akan mempunyai
wawasan kebangsaan yang tinggi sehingga timbul kesadaran untuk berbangsa dan
bernegara yang lebih baik dari sekarang.
Di samping itu, upaya
sosialisasi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan media massa termasuk
kreatif ide dari professional di bidangnya, dan melalui saluran-saluran
pendidikan baik formal maupun informal, serta diseminasi melalui pamflet,
liflet, brosur dan sebagainya. Dari segi substansi, sosialisasi dilaksanakan
tidak secara langsung membahas dan mendiskusikan paham wawasan kebangsaan,
tetapi lebih kepada isu-isu yang muncul terkait dengan proses demokratisasi,
pemberdayaan ekonomi rakyat, keselarasan sosial dan sebagainya yang pada
akhirnya bermuara pada kesepahaman mengenai wawasa kebangsaan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar