Kamis, 08 November 2012

WAWASAN KEBANGSAAN YANG MENGGERAKKAN


Berdasarkan gambaran diatas, bahwa Kebangsaan bukan sekedar instrumen yang berfungsi sebagai perekat secara eksternal, melainkan wadah yang menegaskan identitas  masyarakat Indonesia yang serba majemuk dalam berbagai dimensi kulturalnya. Oleh karena itu, wawasan kebangsaan tidaklah berdiri terpisah  menjadi tonggak yang kering kerontang, tidak pula diterima secara picik melainkan harus fungsional dan karena itu tertuang dalam aspek-aspek kehidupan dengan memberikan muatan kultural dalam pola-pola kehidupan ekonomi, sosial dan politik sebagaimana dapat kita baca dalam sejarah pergerakan nasional.
            Upaya menanamkan, menumbuh kembangkan dan memelihara wawasan kebangsaan masyarakat melalui sentra-sentra pendidikan seperti sentra keluarga, masyarakat dan sekolah, yang disebut pula sebagai tri sentra pendidikan (tiga pusat pendidikan). “Seluruh sentra tersebut dikembangkan inklusivisme bukan eksklusivisme dimulai dari keluarga, masyarakat (society maupun community) dan sekolah.
Oleh karena itu masyarakat harus menyadari pentingnya meningkatkan wawasan kebangsaan untuk masa-masa mendatang karena kalau tidak di lakukan maka akan semakin timbul degradasi dalam National and Character Building dan bangsa Indonesia tinggal saat-saat kehancurannya saja bilamana tidak di lakukan upaya yang serius melalui pendidikan, hanya saja jangan dilakukan seperti di jaman Orde Baru.
Belajar dari pengalaman proses sosialisasi P4 yang dilakukan melalui pendekatan penataran kiranya perlu ditinjau kembali apakah pendekatan itu efektif bagi upaya sosialisasi Wawasan Kebangsaan. Berbagai pendekatan lain secara teknis bisa dilakukan dengan cara yang lebih menggugah dan partisipatif, antara lain dengan Focused Group Discussion (FGD), Out Bound Orientation (OBO), Public Debate Simulation/Exercise, atau melalui cara-cara yang lazim dikenal seperti lokakarya atau seminar yang sifatnya lebih dua arah. metode harus diperbaiki tidak seperti di masa yang lalu yang syarat dengan doktriner bukan menerima pendidikan kebangsaan dengan secara kesadaran. Pengetahuan yang dibangun seharusnya pengetahuan yang mampu menggerakkan kesadaran.
William F O’neil (2002) menegaskan “keterampilan tanpa kesadaran adalah berbahaya, karena keterampilan cenderung untuk hanya mengulang-ulang apa yang pernah dikerjakan, sementara kesadaran diri membuka jalan untuk pertembuhan. Selama ini kegagalan sekolah  untuk mencetak manusia yang cerdas dan berbudi luhur telah kehilangan nilai karena sekolah di manfaatkan sebagai perbuatan yang samar-samar dari sekolompok mafia pendidikan yang keji yang terdiri dari para pendidik yang berniat untuk melestarikan diri, yanh mapan di berbagai jabatan, hal inilah yang disebut oleh Francis Fakuyama sebagai teori kemapanan.
Wawasan kebangsaan ternyata dapat terbentuk jika timbul adanya rasa kebangsaan sebagai bentuk dari kesadaran kebangsaan. Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit dipahami. Namun ada getaran atau resonansi dan pikiran ketika rasa kebangsaan tersentuh. Rasa kebangsaan bisa timbul dan terpendam secara berbeda dari orang per orang dengan naluri kejuangannya masing-masing, tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang berpotensi dasyat luar biasa kekuatannya.
Apabila pendidikan kebangsaan dilakukan secara teratur dan berlanjut maka akan nampak hasilnya beberapa tahun mendatang dengan indikasi kinerja bangsa Indonesia yang sejajar dengan bangsa lain seperti adanya transparansi, tidak adanya kolusi, korupsi dan nepotisme. Seperti yang sekarang terjadi masih dapat dilihat di media cetak dan elektronik yang mengemuka dengan adanya kasus-kasus korupsi, kekerasan masyarakat dan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Apabila wawasan kebangsaan sudah tinggi maka hal ini akan tidak terjadi karena adanya rasa nasionalisme yang tinggi, budaya malu, rasa harga diri yang tinggi, dedikasi yang tinggi serta semangat kerja yang tinggi.
Pendidikan wawasan kebangsaan tidak boleh terputus karena akan tidak berlanjutnya kelangsungan system, metoda dan doktrin yang telah disusun dalam bentuk kurikulum pendidikan mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah dasar, Sekolah Menengah, Sekolah lanjutan, sampai perguruan tinggi. Kemudian dilanjutkan di tempat kerja maupun di lingkungan pemukiman. Apabila hal ini dilakukan maka tidak ada celah-celah kekosongan dalam pendidikan wawasan kebangsaan sehingga pendidikan wawasan kebangsaan selalu dilakukan secara terencana, bertahap dan berlanjut secara otomatis.
Mengingat wawasan kebangsaan masyarakat saat ini rendah dengan berbagai indikasi maka perlu upaya peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat melalui pendidikan kebangsaan. Apabila hal ini dilakukan maka akan meningkatkan kualitas kebangsaan masyarakat yang tercermin dengan berbagai hal seperti etos kerja, semangat kerja, tidak adanya pelanggran hukum, tidak ada korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pemerintah merupakan subyek yang dominan dalam menyelenggarakan pendidikan kebangsaan guna meningkatkan wawasan kebangsaan masyarakat, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan melaksanakan perencanaan pendidikan, pengorganisasian dalam pendidikan kebangsaan, mengatur kegiatan dalam pendidikan kebangsaan serta mengawasi jalannya pendidikan kebangsaan masyarakat.
Metode yang digunakan adalah metode dialog . Dengan metode ini maka diharapkan masyarakat mampu mendialogkan problematik yang dihadapi bangsa Indonesia pada umumnya dan kemudian mengajak mereka untuk memetakan dan mencari solusi atas problematik yang dihadapi, sehingga berdampak akan mempunyai wawasan kebangsaan yang tinggi sehingga timbul kesadaran untuk berbangsa dan bernegara yang lebih baik dari sekarang.
Di samping itu, upaya sosialisasi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan media massa termasuk kreatif ide dari professional di bidangnya, dan melalui saluran-saluran pendidikan baik formal maupun informal, serta diseminasi melalui pamflet, liflet, brosur dan sebagainya. Dari segi substansi, sosialisasi dilaksanakan tidak secara langsung membahas dan mendiskusikan paham wawasan kebangsaan, tetapi lebih kepada isu-isu yang muncul terkait dengan proses demokratisasi, pemberdayaan ekonomi rakyat, keselarasan sosial dan sebagainya yang pada akhirnya bermuara pada kesepahaman mengenai wawasa kebangsaan itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar