Beras Impor. Gerbang Kesengsaraan
Ribuan
ton beras impor kualitas premium mengalir ke pasar umum beras di Pasar
Induk Beras Cipinang, Jakarta. Perizinan beras impor ini disinyalir
memanfaatkan izin impor beras spesifikasi khusus. Siapa yang
diuntungkan?
Tahun
2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan surplus produksi
beara 10 juta ton. Dalam berbagai kesempatan, Presiden menekankan
perlunya semua pihak, terutama Kementrian Pertanian, bekerja keras
meningkatkan produksi.
Kementrian
Pertanian sepakat. Namun, dalam Rapat Koordinasi Kementrian Koordinator
Perekonomian soal pangan, awal maret lalu, Kementrian Pertanian
mengusulkan agar target surplus produksi beras 10 juta ton diundur
menjadi tahun 2015. Usulan Kementrian Pertanian disetujui Menteri
Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Dengan
target yang berubah, strategi pencapaian surplus beras 10 juta ton juga
berubah. Kalau semuala tahun 2012 Kementrian Pertanian menargetkan
produksi padi 72,02 juta ton gabah kering giling (GKG), diturunkan jadi
68 juta ton GKG.
Dengan
begitu, pertumbuhan produksi hanya ditetapkan 3,2 persen setelah tahun
2011 turun 1,1 persen. Dengan kata lain, target riil peningkatan
produksi beras 2012 hanya 2,1 persen apabila dibandingkan dengan
realisasi produksi 2010.
Perubahan
target peningkatan produksi ke 3,2 persen tahun ini mendorong perubahan
target peningkatan produksi padi/beras tahun 2013 dan 2014 di atas 6
persen.
Di
tengah skenaria tersebut berjalan, beras impor spesifikasi umum
diam-diam mengalir deras ke pasar beras umum di Cipinang. Banyak
pedagang beras di Cipinang menduga, beras itu masuk dengan memanfaatkan
izin impor beras spesifikasi khusus. Ini tampak dari kualitas berasnya.
Baik
kementrian Perdagangan maupun Kontak Tani Nelayan Andalan menyebutkan,
kuota dan rekomendasi teknis izin impor beras khusus dikeluarkan
Kementrian Pertanian.
Masuknya
beras impor ke Pasar Cipinang saat petani panen menambah jumlah pasokan
beras ke pasar. Dengan begitu, surplus produksi beras terhadap konsumsi
dipastikan meningkat.
Wajah
Perum Bulog juga bakal terselamatkan. Pasokan melimpah akan menekan
harga. Dengan harga gabah/beras tertekan di bawah harga pembelian
pemerintah (HPP), hal itu memberikan keleluasaan bagi Bulog membeli
beras lokal guna memenuhi target pengadaan 4 juta ton.
Kementrian
Perdagangan juga diuntungkan. Karena beras yang melimpah di pasaran di
tengah peningkatan produksi yang tipis, hal itu membantu menjaga harga
stabil sehingga tidak dipersalahkan terkait dengan distribusi beras.
Bagaimana
dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono? Yang pasti bakal
terkena imbas politiknya. Kemampuan Bulog memenuhi target membuat
cadangan pangan aman dari gejolak harga. Pemerintah tak harus
mengeluarkan kebijakan impor yang kerap menimbulkan kontroversi.
Berbeda
dengan Kementrian Pertanian, Bulog, Kementrian Perdagangan, dan
pemerintah, para pengusaha penggilingan padi dan pedagang beras sebagian
besar terancam merugi. Apalagi, bila fasilitas izin impor yang
diberikan Kementrian Pertanian terbukti hanya dinikmati segelintir pemburu rente.
Dengan
masuknya beras impor, beras lokal tidak laku. Padahal, pedagang sudah
terlanjur belanja dengan harga tinggi. Satu-satunya cara menyelamatkan
usaha adalah menekan harga gabah/beras di tingkat petani.
Bagi petani ….. selamat datang di gerbang kesengsaraan! (HERMAS E. PRABOWO)
Sumber: Kompas, Sabtu, 21 April 2012, hlm. 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar