Rabu, 20 Juni 2012

GERBANG KESENGSARAAN

Beras Impor. Gerbang Kesengsaraan
Ribuan ton beras impor kualitas premium mengalir ke pasar umum beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Perizinan beras impor ini disinyalir memanfaatkan izin impor beras spesifikasi khusus. Siapa yang diuntungkan?
Tahun 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan surplus produksi beara 10 juta ton. Dalam berbagai kesempatan, Presiden menekankan perlunya semua pihak, terutama Kementrian Pertanian, bekerja keras meningkatkan produksi.
Kementrian Pertanian sepakat. Namun, dalam Rapat Koordinasi Kementrian Koordinator Perekonomian soal pangan, awal maret lalu, Kementrian Pertanian mengusulkan agar target surplus produksi beras 10 juta ton diundur menjadi tahun 2015. Usulan Kementrian Pertanian disetujui Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Dengan target yang berubah, strategi pencapaian surplus beras 10 juta ton juga berubah. Kalau semuala tahun 2012 Kementrian Pertanian menargetkan produksi padi 72,02 juta ton gabah kering giling (GKG), diturunkan jadi 68 juta ton GKG.
Dengan begitu, pertumbuhan produksi hanya ditetapkan 3,2 persen setelah tahun 2011 turun 1,1 persen. Dengan kata lain, target riil peningkatan produksi beras 2012 hanya 2,1 persen apabila dibandingkan dengan realisasi produksi 2010.
Perubahan target peningkatan produksi ke 3,2 persen tahun ini mendorong perubahan target peningkatan produksi padi/beras tahun 2013 dan 2014 di atas 6 persen.
Di tengah skenaria tersebut berjalan, beras impor spesifikasi umum diam-diam mengalir deras ke pasar beras umum di Cipinang. Banyak pedagang beras di Cipinang menduga, beras itu masuk dengan memanfaatkan izin impor beras spesifikasi khusus. Ini tampak dari kualitas berasnya.
Baik kementrian Perdagangan maupun Kontak Tani Nelayan Andalan menyebutkan, kuota dan rekomendasi teknis izin impor beras khusus dikeluarkan Kementrian Pertanian.
Masuknya beras impor ke Pasar Cipinang saat petani panen menambah jumlah pasokan beras ke pasar. Dengan begitu, surplus produksi beras terhadap konsumsi dipastikan meningkat.
Wajah Perum Bulog juga bakal terselamatkan. Pasokan melimpah akan menekan harga. Dengan harga gabah/beras tertekan di bawah harga pembelian pemerintah (HPP), hal itu memberikan keleluasaan bagi Bulog membeli beras lokal guna memenuhi target pengadaan 4 juta ton.
Kementrian Perdagangan juga diuntungkan. Karena beras yang melimpah di pasaran di tengah peningkatan produksi yang tipis, hal itu membantu menjaga harga stabil sehingga tidak dipersalahkan terkait dengan distribusi beras.
Bagaimana dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono? Yang pasti bakal terkena imbas politiknya. Kemampuan Bulog memenuhi target membuat cadangan pangan aman dari gejolak harga. Pemerintah tak harus mengeluarkan kebijakan impor yang kerap menimbulkan kontroversi.
Berbeda dengan Kementrian Pertanian, Bulog, Kementrian Perdagangan, dan pemerintah, para pengusaha penggilingan padi dan pedagang beras sebagian besar terancam merugi. Apalagi, bila fasilitas izin impor yang diberikan Kementrian Pertanian terbukti hanya dinikmati segelintir pemburu rente.
Dengan masuknya beras impor, beras lokal tidak laku. Padahal, pedagang sudah terlanjur belanja dengan harga tinggi. Satu-satunya cara menyelamatkan usaha adalah menekan harga gabah/beras di tingkat petani.
Bagi petani ….. selamat datang di gerbang kesengsaraan! (HERMAS E. PRABOWO)
Sumber: Kompas, Sabtu, 21 April 2012, hlm. 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar