Pendahuluan
Ideologi
adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18
untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap
sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan
Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan
beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang
diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama
dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran
normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar
pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep
ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti
sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang
eksplisit.
Fasisme
merupakan sebuah paham politik yang mengangungkan kekuasaan absolut tanpa
demokrasi. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter
sangat kentara. Kata fasisme diambil dari bahasa Italia, fascio, sendirinya dari bahasa Latin, fascis, yang berarti seikat tangkai-tangkai kayu. Ikatan kayu ini
lalu tengahnya ada kapaknya dan pada zaman Kekaisaran Romawi dibawa di depan
pejabat tinggi. Fascis ini merupakan simbol daripada kekuasaan pejabat
pemerintah.
Kemunculan
fasisme sebagai reaksi terhadap liberalisme dan positivise yang terlihat dari
kecenderungannya yang anti intelektualisme dan dikmatisme. Fasisme merupakan
mansifestasi dari kekecewaan terhadap kebebasan individual dan kebebasan
berfikir.
Muncul Dan Berkembangnnya Fasis
Fasisme (fascism)
merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totoaliter,
oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis rasialis, militeristis,
dan imperialis. Italia merupakan negara pertama yang menjadi Fasis (1922)
menyusul jerman tahun 1933 dan kemudian Spanyol melalui perang saudara yang
pecah tahun 1936. Di Asia Jepang berubah menjadi fasis dalam tahun 1930-an
melalui perubahan secara perlahan ke arah lembaga-lembaga yang totaliter
setelah menyimpang dari budaya aslinya.
Fasis muncul dan berkembang di negara-negara yang
relatif lebih makmur dan secara teknologi lebih maju. Fasis merupakan produk
dari masyarakat-masyarakat prademokrasi dan pasca industri. Kaum fasis tidak
mungkin merebut kekuasaan dinegara-negara yang tidak memiliki pengalaman
demokrasi sama sekali. Pengalaman negara demokrasi yang dirasakan semu oleh
masyarakat bahkan mengalami kegagalan dengan indikator adanya proses
sentralisasi kekuasaan pada segelintir elit penguasa, terbentunya monopoli dan
oligopoli dibidang ekonomi, besarnya tingkat pengangguran baik dikalangan kelas
bawah seperti buruh, petani atau kelas menengah atas sepserti kaum cendikiawan,
kaum industialis, maupun pemilik modal, ini adalah lahan yang subur bai gerakan
fasis untuk melancarkan propagandanya
Semakin keras dan teoritis gerakan-gerakan fasis
semakin besar pula dukungan rakyat yang diperolehnya. Fasis di Jerman merupakan
gerakan politik yang paling berutal tetapi sekaligus paling populer. Kondisi
penting lainnya untuk pertumbuhan fasisme adalah pencapaian tingkat atau tahap
tertentu dalam perkembangan industri. Dalam setiap perkembangan industri akan
muncul ketegangan-ketegangan sosial dan ekonomi. Negara fasis mengingkari
adanya kepentingan yang berbeda dalam masyarakat. Kalupun mereka dengan setengah
hati mengakui adanya keragaman kepentingan dalam masyarakat, maka negara fasis
itu akan mengatasi atau menghilangakan perbedaan itu dengan kekerasan.
Dalam masyarakat industri fasis menarik minat pada
dua kelompok masyarakat secara khusus, pertama sistem itu menarik sekelompok
kecil Industriawan dan tuan tunah yang bersedia membiayai gerakan fasis dengan
harapan sistem itu dapat melenyapkan serikat-serikat buruh bebas, kedua menarik
kelas menengah bawah terutama dikalangan pegawai negeri. Golongan ini lebih
merasa aman dibanding bekerjasama dengan kaum proletar.
Kelompok sosial lain yang sangat rentan terhadap
propaganda fasis adalah kelompok militer. Baik yang terjadi di Jerman, Jepang,
pernan militer dalam pergerakan fasisme sangat dominan, demikianpun halnya
dengan Italia. Di Argentina pemerintah yang semi konstitusional di singkirkan
melalui suatu pemberontakan yang dilakukan oleh Perwira muda dibawah pimpinan
Peron, yang memulai fasisme dengan gayanya sendiri dan dari namanya sendiri
yaitu Peronismo.
Pada abad
ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di
Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme,
yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia
karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme
dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka
membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.
Fasisme
dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia
menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan
berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di
negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat
menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan
tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis
dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang
brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum mengirimkan
gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis
mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi,
pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari
pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem
militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada
akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu
malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia, yang merenggut nyawa 55 juta
orang.
Akar Filsafat dan Doktrin Fasisme
Akar-akar
filsafat fasisme bisa dilacak dalam pemikiran-pemikiran Plato, Aristoteles,
Hegel, Rosenberg, Doriot, Farinasi, Gobinau, Sorel, Darwin, Zietzche,
Marinetti, OswaldSpengler, Chamberlain. Fasisme memiliki akar-akar intelektual
dan filosofis ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Dalam bentuk yang modern
dan kontemporer dan dalam formatnya yang par
exellence terjadi ketika Benito Mussolini menguasasi Italia (1922) Hitler
dengan Nazinya mendominasi jerman (1933) Franco berkuasa di Spanyol (1936)
TennoHeika memerintah jepang (1930-an) dan Amerika Latin dimasa kekuasan Juan
Peron (1950-an). Suhelmi (2004:334)
Ajaran-ajaran
mereka perihal fasisme. Hitler menulis Mein Kampft, sedangkan Mussolini menulis
Doktrine of Fascism. Ajaran fasis model Italia-lah yang kemudian menjadi
pegangan kaum fasis didunia, karena wawasannya yang bersifat moderat. Menurut
Ebenstein, unsur-unsur pokok fasisme terdiri dari tujuh unsur:
Pertama,
ketidak percayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang bersifat
fanatik dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi
didiskusikan. Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam rangka “tabu” terhadap
masalah ras, kerajaan atau pemimpin.
Kedua,
pengingkaran derajat kemanusiaan. Bagi fasisme manusia tidaklah sama, justru
pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme, pria
melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan
anggota partai, bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus
melampaui yang lemah. Jadi fasisme menolak konsep perramaan tradisi
yahudi-kristen (dan juga Islam) yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan
menggantikan dengan ideology yang mengedepankan kekuatan.
Ketiga,
kode prilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan. Dalam pandangan
fasisme, negara adalah satu sehingga tidak dikenal istilah “oposan”. Jika ada
yang bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus
dimusnahkan. Dalam pendidikan mental, mereka mengenal adanya indoktrinasi pada
kamp-kamp konsentrasi. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk
mengakui kebenaran doktrin pemerintah. Hitler konon pernah mengatakan, bahwa
“kebenaran terletak pada perkataan yang berulang-ulang”. Jadi, bukan terletak
pada nilai obyektif kebenarannya.
Keempat,
pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis, pemerintahan harus
dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota
masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan
si-elit.
Kelima,
totaliterisme. Untuk mencapai tujuannya, fasisme bersifat total dalam
meminggirkan sesuatu yang dianggap “kaum pinggiran”. Hal inilah yang dialami
kaum wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada wilayah 3 K yaitu: kinder
(anak-anak), kuche (dapur) dan kirche (gereja). Bagi anggota masyarakat, kaum
fasis menerapkan pola pengawasan yang sangat ketat. Sedangkan bagi kaum
penentang, maka totaliterisme dimunculkan dengan aksi kekerasan seperti pembunuhan
dan penganiayaan.
Keenam,
Rasialisme dan imperialisme. Menurut doktrin fasis, dalam suatu negara kaum
elit lebih unggul dari dukungan massa dan karenanya dapat memaksakan kekerasan
kepada rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa
elit, yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga
merambah jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari
pada lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian
hal ini memunculkan semangat imperialisme.
Terakhir
atau ketujuh, fasisime memiliki unsur
menentang hukum dan ketertiban internasional. Konsensus internasional adalah
menciptakan pola hubungan antar negara yang sejajar dan cinta damai. Sedangkan
fasis dengan jelas menolak adanya persamaan tersebut. Dengan demikian fasisme
mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi peradaban manusia. Sehingga
dengan kata lain bertindak menentang hukum dan ketertiban internasional.
Bagaimana Perkembangan Fasis Saat
Ini
Ebenstein
(2006:154) mengatakan fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi
negara-negara yang menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak
menutup kemungkinan gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika
dilihat-gejala-gejala masih ada.
Gejala-gejala
ini bisa dilihat adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika
serikat yang anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas.
Gejala lain adalah munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain
adalah bermunculan keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul
akibat ketidak berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif
praktis bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu
diantara campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda
DAFTAR
PUSTAKA
Afrendi Hanna. 1966. Origins of. Totalitarianism. New York: HarcourtBrace
Jovanivich, inc
Ebenstein, Wiliam. 2006. Isme-Isme
yang mengguncang Dunia Komunisme
Fasisme kapitalisme
Sosialisme. Yogyakarta: Narasi
Suhelmi Ahmad.2004. Pemikiran Politik Barat Kajian Sejarah Perkembangan
Pemikiran
Negara, Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta:PT. Gramedia
Pustaka Utama
Wiliam Ebenstein and Edwin fogelmen.1985. Isme-Isme Dewasa Ini (Edisi
terjemahan oleh Alex Jemadu). Jakarta : Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar